31

1.7K 317 207
                                    


Annyeong yeorobun...

Ada yang kangen ga sama cerita ini? Spam komen love ijo💚 nya ya, pengen tau seberapa antusias kalian baca cerita ini...

Udah segitu aja, jangan lupa vote sebelum membaca...

Happy reading....

***

Satu tamparan keras Fabian terima dari papa tepat setelah mereka keluar dari ruang bk. Bisa dikatakan hari ini adalah hari tersial Fabian. Bagaimana bisa papanya datang ke sekolah, bukannya kemarin ia meminta tolong pada kakak iparnya sebagai wakil, ia juga sudah mengatakan pada kakak iparnya itu agar tidak memberitahu siapapun mengenai surat panggilan orang tua termasuk kakaknya sendiri.

Fabian menghela nafas, cowok itu menunduk tak berani menatap sang papa, dalam hati ia cukup lega karena keadaan sekolah sepi dan tidak ada satupun yang menyaksikan adegan memalukan barusan. Iya, bagi Fabian ditampar adalah hal yang memalukan, ia lebih baik mendapat tinjuan di wajahnya. Seperti yang kalian tahu, Fabian memang ajaib.

"Kapan kamu mau berubah Fabian?" Tanya papa datar, tatapan tajamnya menyertai membuat Fabian meringis.

"Maaf" hanya kata itu yang mampu Fabian ucapkan, ia mengaku salah.

"Gimana kalo anak orang mati? Kamu mau masuk penjara? Kamu mau dicap sebagai pembunuh? Papa kecewa sama kamu, dan selama masa skorsing kamu, kamu nggak boleh keluar rumah!!" Ujar sang papa tegas tak menerima bantahan apapun.

Fabian mengacak rambutnya kasar setelah kepergian papa, cowok itu mengeluarkan hp dari kantung celananya kemudian membuka ikon kamera untuk bercermin, sial pipinya merah bekas tamparan keras papanya.

***

Fabian melebarkan senyumnya saat matanya menangkap sosok cewek bermata teduh yang berada di ujung koridor kelas sepuluh, cewek itu tampak kesusahan membawa tumpukan buku paket. Fabian berdecak tak suka, bisa-bisanya guru memerintah cewek semungil Jingga untuk membawa setumpuk buku paket yang Fabian yakini sangat berat.

Tanpa pikir panjang, cowok itu berlari menghampiri Jingga. Si cewek terkejut karena kedatangan Fabian apalagi cowok itu langsung mengambil alih buku paket di tangannya.

"Kak Bian ngapain? Nggak masuk kelas?" Tanya Jingga kebingungan karena sekarang adalah jam belajar bukan istirahat.

"Gue di skors, jadi bebas mau ngapain aja" jawabnya enteng.

"Berapa lama?"

"Seminggu, dan sebelum gue benar-benar dikurung papa di rumah, gue mau abisin hari ini bareng lo"

Jingga berdecak "Bisa-bisanya masih kepikiran kesana, mending kak Bian pulang dan belajar yang bener"

"Nggak, pokoknya nanti pulang sekolah lo gue culik"

Jingga hanya mengedikan bahu kemudian berjalan mendahului Fabian.

Sementara cowok itu sengaja memperlambat langkahnya hanya untuk memperhatikan punggung Jingga. Fabian menghela nafas, apa yang akan ia lakukan terhadap Jingga sekarang? Apa ia tega mengatakan kalau ia tidak tertarik lagi dengan cewek itu? Tidak! Fabian tidak sejahat itu, Fabian akui ia memang masih merasakan debaran jantungnya jika didekat Jingga, tapi semuanya sudah berbeda sekarang, Renata nya sudah kembali dan ia menginginkan cewek itu lebih dari apapun tapi di sisi lain ia tidak mau menyakiti Jingga.

***

"Sha, kantin nggak?" Pertanyaan dari Mita mendapat jawaban berupa gelengan kepala dari Jingga. Cewek itu memilih menelungkupkan wajahnya pada kedua lengannya yang terlipat di atas meja.

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang