️17

4.3K 584 182
                                    

"Mana topi kamu?"

"Lupa bawa pak"

"Berdiri di tengah lapangan!"
Setelah menemukan satu siswa yang tidak memakai atribut lengkap saat upacara, pak Dodi kembali berkeliling ke setiap barisan mulai dari kelas XII sampai kelas X.

Jingga berdiri dengan gelisah di barisannya, cewek itu lupa menggunakan dasi pasalnya terburu-buru karena takut terlambat. Padahal jatuhnya sama saja, jika terlambat akan dihukum dan mendapat pengurangan poin kedispilinan begitu juga ketika upacara tanpa atribut lengkap.

"Jangan gugup, biasa aja. Pak Dodi nggak bakal notice" bisik Sindy mencoba menenangkan.

Berperan sebagai siswi teladan bukanlah hal mudah bagi Jingga, karena setiap harinya ia harus benar-benar sempurna di mata guru. Dan untuk pertama kalinya ia akan mendapat hukuman sekaligus mencoreng nama baiknya di hadapan guru yang selalu memujinya. Hal itu membuat Jingga merasa gugup luar biasa.

"Kamu lagi, kamu lagi Fabian, sudah kelas dua belas bukannya semakin patuh peraturan malah semakin nakal. Berdiri di tengah lapangan!!"

Suara pok Dodi terdengar lantang, semua siswa dan siswi memfokuskan pandangan mereka tepat ke arah barisan kelas XII IPA tujuh. Fabian dengan langkah santainya berjalan ke tengah lapangan, cowok itu semakin hari semakin santai saja seolah tidak memiliki beban hidup. Lihat saja penampilannya, seragam putih dengan kancing terbuka menampilkan kaos hitam yang ia pakai. Jangankan memakai topi atau dasi, logo sekolahnya saja tidak terjahit di seragamnya dengan artian Fabian memakai seragam putih polos.

"Lihat, jangan sampai ada yang meniru kakak kelas yang satu ini!!" ujar pembina upacara.

"Mau jadi apa kamu Fabian kalau terus seperti ini?"

Fabian hanya tersenyum simpul, matanya sibuk menoleh kesana kemari mencari sosok yang sedari tadi tidak ia lihat. Kini senyum Fabian bertambah lebar, ia berhasil menemukan Jingga yang tampak menunduk karena sinar matahari yang mengenai wajahnya.

"Pak, anak kelas sepuluh ipa satu yang cantik itu nggak pakai dasi. Suruh ke depan juga dong" ujar Fabian santai seraya menunjuk ke arah barisan kelas Jingga.

Anak-anak sepuluh ipa satu mulai heboh membuat Jingga gelagapan. Cewek itu mengumpati Fabian dalam hati, padahal ia berusaha mati-matian agar tidak ternotice oleh pak Dodi. Tapi, dengan santainya cowok itu melaporkannya.

Jingga semakin gugup kala pak Dodi tampak berjalan mendekat ke arah barisannya. Cewek itu pasrah, ia hanya bisa menelan ludah dan tidak sabar untuk memaki Fabian saat upacara selesai nanti.

"Kamu, maju ke depan" tunjuk pak Dodi ke arah Jingga.

Jingga menghela nafas, mau tak mau ia berjalan keluar dari barisannya ke tengah lapangan. Semua pasang mata tertuju padanya, Jingga benar-benar malu. Ini semua gara-gara Fabian. Cowok tanpa beban hidup itu benar-benar menyebalkan.

☁️☁️☁️

Suka tidak suka Jingga harus tetap mematuhi peraturan sekolah, karena tidak memakai dasi ketika upacara ia harus menjalani hukuman. Membersihkan lapangan outdoor menurut Jingga berlebihan karena ukuran lapangan yang begitu luas, mana sanggup dia membersihkannya.

Jingga menghentakkan kakinya kesal, cewek itu diam-diam mengumpati Fabian yang berjalan di belakangnya dengan senyum cerah seperti biasa. Jingga heran, bisa-bisanya Fabian tersenyum disaat mendapat hukuman seperti ini.

"Tunggu"

Jingga berhenti melangkah, cewek itu berbalik menatap ke arah Fabian yang berjarak kira-kira dua langkah dari tempatnya berdiri sekarang. Cowok itu semakin melebarkan senyumnya membuat Jingga meringis karena menangkap luka di ujung bibir Fabian akibat perlekahian kemarin.

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang