27

2.4K 401 49
                                    

Jingga menatap sekelilingnya dengan bingung, cewek itu terlihat seperti orang yang kehilangan ingatan saat ini. Matanya mengerjap beberapa kali sampai suara lembut mamanya mengisi gendang telinganya.

"Ayo siap-siap, nanti terlambat"

Jingga masih tidak paham, cewek itu menatap mamanya bingung.

"Kenapa?" Tanya wanita paruh baya tersebut.

"Hah? Ng..nggak papa ma, Tasha mandi dulu" ucapnya, dengan keadaan yang masih bingung cewek itu bangkit dari kasurnya kemudian berjalan menuju kamar mandi.

☁️☁️☁️

Sepanjang perjalan dari rumah hingga sekolah, Jingga tidak sepenuhnya fokus buktinya sudah tiga kali cewek itu tersandung oleh kakinya sendiri.

Mimpi itu, ah tidak! Jingga masih tidak percaya kalau itu adalah mimpi karena rasanya benar-benar nyata, setiap kata yang terucap dari bibir Fabian masih terekam jelas oleh otaknya, sensasi menegangkan saat Fabian memintanya menjadi kekasihnya pun masih bisa ia rasakan. Semuanya begitu nyata membuat Jingga tidak percaya kalau kejadian tersebut hanyalah mimpi.

Bugh..

"Aduh" pekik cewek bermata teduh itu saat merasakan kepalanya membentur sesuatu.

Jingga mendongak, jantung nya berdetak tak karuan saat sepasang mata tajam itu tepat menatap kearah manik mata teduhnya. Fabian, cowok itu berdiri dengan angkuh di depannya, tidak ada senyuman seperti biasanya.

"Maaf" ucap Jingga pelan, hatinya begitu sakit melihat raut wajah Fabian yang tampak tidak senang melihat kehadirannya.

Jingga menarik nafas pelan, mengumpulkan sisa kesadarannya untuk pergi dari hadapan cowok itu.

"Lain kali hati-hati" empat kata yang diucapkan Fabian berhasil membuat air mata Jingga lolos, suara itu, suara yang sangat Jingga rindukan, tatapan tajamnya tidak lagi lembut membuat Jingga merasa asing dengan sosok yang sudah berlalu meninggalkannya.

Jingga meremas seragam bagian dadanya, disana terlalu sesak, ia butuh ruang yang lebih. Ia tidak tahu bisa bertahan sampai mana, rasanya terlalu sulit melihat orang yang disukainya benar-benar menghindar.

"Woi, kesambet tau rasa lo"

Jingga mengerjapkan matanya, ia menoleh ke samping mendapati Satria yang tengah memperbaiki kancing seragamnya, cowok itu hampir sama dengan Fabian tidak pernah menggunakan seragam dengan benar.

"Kenapa? Masih pagi udah galau aja" Satria kembali membuka suara setelah berhasil memperbaiki seragamnya.

Jingga tersenyum simpul, menggeleng pelan sebagai jawaban. Terlalu malas untuk membuka suara disaat suasana hatinya sedang tidak baik.

"Fabian lagi?" Jingga tak menjawab, tapi hal itu sudah cukup jelas untuk Satria.

"Gue mau ke kelas, hari ini jadwal piket gue" ucap Jingga, cewek itu masih sempat melemparkan senyumnya sebelum meninggalkan Satria.

☁️☁️☁️

Bel istirahat berbunyi, semua murid SMA Tri Sakti bersorak gembira karena saatnya memberi makan cacing di perut tiba.

Berbeda dengan cowok tinggi dengan rambut acak-acakan itu yang tidak terusik sama sekali dengan suara gaduh teman-teman nya, ia masih terlelap begitu damai.

"Permisi, kak Bian ada?"

Separuh penghuni XII IPA tujuh menoleh ke arah pintu, salah satu dari mereka menunjuk ke arah Fabian yang terlelap.

"Tuh, tapi saran gue jangan diganggu" ucap salah satu penghuni kelas.

Alisa, cewek itu tersenyum sebagai balasan, kakinya melangkah masuk mendekati Fabian, menarik kursi kemudian duduk di samping cowok itu.

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang