33

1.5K 288 285
                                    

Annyeong yeorobun, sebelum membaca kuy vote dulu...

Absen dong siapa aja yang nunggu cerita ini update...

Happy reading

***

"Makasi kak" ujar Jingga seraya menyerahkan helm yang dipinjamkan Satria padanya. Cowok itu mengangguk kemudian menerima helmnya.

"Sana masuk, inget cuci muka abis itu langsung tidur siang"

Jingga berdecak "Apaan sih, gue nggak suka tidur siang"

Satria tertawa pelan, tangannya bergerak mengacak-acak rambut Jingga membuat cewek itu semakin kesal. "Gemesin banget tau nggak, jadi pengen pacarin"

"Nggak waras!" Jingga berbalik meninggalkan Satria, sopan atau tidak Jingga tidak peduli, ia terlalu kesal dengan Satria karena bisa dikatakan seharian ini cowok itu selalu menjahilinya.

***

"Aku nggak masalah kamu pukulin setiap hari, aku juga nggak masalah kamu rendahin aku, lakukan apapun sesuka hati kamu, tapi aku cuma minta satu hal, sayangi Tasha, dia nggak salah, dia nggak tau apa-apa, bagaimanapun juga dia anak kamu"

Tangan Jingga menggantung di udara, ia mengurungkan niat membuka pintu rumahnya saat mendengar suara mamanya disertai isak tangis. Jingga memilih berdiri di depan pintu yang tertutup rapat, mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh mamanya lagi.

"Anak? Dia cuma pembawa sial, dia ada karena keteledoran saya waktu itu, kamu mengandung dia dan membuat saya harus menikahi kamu dan meninggalkan istri pertama serta anak saya. Saya tidak pernah menganggap Jingga sebagai anak saya, dia lahir karena kesalahan bukan karena diinginkan, saya juga tidak sudi memiliki anak dari seorang wanita murahan seperti kamu"

Tangan Jingga bergetar, dadanya sesak dan perih seperti ada ribuan jarum yang menancap disana. Kepalanya menggeleng tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Air matanya mengalir bebas tanpa kendali.
Kenyataan macam apa itu? Kenapa takdir sangat senang mempermainkannya. Hidupnya seolah tak berarti apa-apa, semesta begitu kejam. Apa dikehidupan sebelumnya Jingga telah membuat dosa yang begitu besar sampai-sampai semesta pun menolak untuk memberikan kebahagiaan untuknya barang sebentar.

Jingga lelah, tidak mendapatkan kasih sayang papanya saja sudah cukup membuatnya tersiksa lalu ditambah dengan kenyataan pahit bahwa ia hanyalah anak yang lahir karena kesalahan. Lelucon macam apa ini?

Jingga melangkah mundur, memilih tidak mendengar kelanjutan pertengkaran orangtuanya. Ia berjalan menjauhi rumahnya dengan perasaan campur aduk, marah, takut, benci semuanya bercampur menjadi satu menciptakan rasa yang begitu menyakitkan untuk ditanggungnya sendiri.

***

Baru beberapa meter menjauh dari komplek perumahan tempat tinggal Jingga, Satria baru sadar kalau hp miliknya berada pada Jingga, sebelum pulang tadi Jingga sempat meminjam hp nya untuk menelpon Mita.

Terpaksa Satria memutar balik, sebenarnya tidak terpaksa juga sih karena ia bisa kembali bertemu dengan Jingga.

Satria menghentikan motornya tak jauh dari gerbang rumah Jingga, cowok itu turun dari motornya kemudian mengulas senyum saat matanya menangkap sosok Jingga keluar dari gerbang rumahnya, ah kebetulan sekali.

"Sya, hp gu-"

Brukk...

Ucapan Satria terhenti saat tubuh mungil itu menubruknya kuat, Satria mengerjap masih tidak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi, kesadarannya kembali ketika mendengar tangis memilukan yang berasal dari Jingga. Perlahan Satria membalas pelukan Jingga, menepuk punggung cewek itu pelan guna menenangkan.

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang