21

4.6K 603 85
                                    


Jam istirahat berakhir lima menit yang lalu, tapi Fabian masih enggan kembali ke kelas. Cowok itu memilih berbaring di uks, ia ingin beristirahat sejenak. Pikirannya terlalu kacau karena kemunculan sosok yang selama ini ia hindari dan sialnya kenapa harus Jingga yang bertemu lebih dulu.

"Arrgghh..." geram Fabian. Cowok itu menoleh ke samping mendapati dua orang siswi yang sedang berjaga menatapnya takut-takut.
Fabian menghela nafas pelan, tangannya terangkat menunjuk salah satu dari dua siswi tersebut.

"Ke..kenapa kak?" siswi dengan jepitan merah di sisi kanan rambutnya menatap Fabian takut seraya melangkah ragu mendekati cowok itu.

"Tolong panggilin Tasha kelas X IPA satu, bilang kalau gue sakit, jangan balik kesini kalau dia nggak ikut" ujar Fabian penuh penekanan pertanda tidak mau dibantah.

Siswi berjepit merah mengangguk kaku, kedua tangannya meremas ujung roknya, dalam hati ia berharap semoga seseorang yang akan ia panggil mau mengikutinya.

Tak butuh waktu lama, siswi tersebut sudah meninggalkan ruang uks. Tersisa Fabian dan satu siswi lagi. Cowok itu tak ambil pusing, ia memilih memejamkan matanya sembari menunggu kedatangan sosok yang akhir-akhir ini selalu membuatnya tersenyum dan pusing karena terus memikirkannya.

☁☁☁

Lima menit berlalu Fabian masih bisa merasakan hening di ruang uks, hingga menit berikutnya cowok itu terkejut saat mendengar pintu uks dibuka dengan kasar menampilkan sosok cewek bermata teduh dengan nafas ngos-ngosan dan rambut lumayan berantakan.

Senyum terbit di bibir Fabian begitu Jingga berjalan ke arahnya dengan raut khawatir yang begitu kentara. Tanpa disuruh, Jingga duduk di sisi ranjang uks tempat Fabian berbaring.

"Apanya yang sakit? Bukannya tadi baik-baik aja, kak Bian udah makan?udah minum obat?
kalau sakit banget pulang aja, biar gue yang izinin ke-"

"Stt, gue baik-baik aja cuma pusing sedikit" potong Fabian masih dengan senyuman di bibirnya. Fabian tidak pernah menyangka sebelumnya kalau bahagia bisa sesederhana ini, melihat Jingga mengkhawatirkan dirinya saja sudah berhasil menciptakan kebahagiaan berkali-kali lipat.

Jingga tampak menghela nafas lega, tangannya terulur menyentuh kening Fabian. Tidak terasa hangat atau panas yang berarti Fabian memang baik-baik saja. Jingga kembali menghela nafas lega untuk yang kedua kalinya dan semua gerak geriknya tidak luput dari pandangan Fabian. Bolehkah cowok itu berharap lebih sekarang? Ia tidak sabar ingin menjadikan Jingga sebagai miliknya.

"Beneran nggak ada yang sakit?" tanya Jingga memastikan sekali lagi.

Fabian menggeleng yakin, giliran tangan cowok itu terangkat membenarkan rambut Jingga yang cukup berantakan. "Gimana ceritanya rambut lo bisa berantakan?" tanya Fabian.

Jingga menunduk, ia tiba-tiba malu mengingat bagaimana paniknya dirinya saat diberitahu kalau Fabian sakit, ia kehilangan kendali dan langsung berlari meninggalkan kelas begitu saja, parahnya ia lupa meminta izin pada guru yang sedang mengajar di kelasnya tadi.

"Gue beliin makanan dulu ya?" ujar Jingga mengalihkan topik pembicaraan.

"Gue nggak lapar, jangan alihin topik pembicaraan"

Jingga terdiam, cewek itu menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, ia menunduk antara malu menatap Fabian dan mengatakan yang sebenarnya. Bisa-bisa cowok itu besar kepala dan terus menggodanya karena sempat khawatir.

"Astaga gue lupa ada ulangan biologi, gue ke kelas dul-"

"Pelajaran lo matematika" potong Fabian seraya tersenyum miring di akhir katanya.

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang