37

1.7K 295 199
                                    

Annyeong yeorobun...
Gimana kabar kalian hari ini?

Sebelum membaca jangan lupa baca bismillah dulu...

Happy reading...

***

Akhir-akhir ini Jingga tidak pernah merasa tenang, perasaan gelisah serta cemas selalu datang menghampiri, pikirannya hanya tertuju pada satu orang. Mamanya, apakah wanita paruh baya itu baik-baik saja? Dan mengingat dirinya tidak pulang selama seminggu pasti membuat mamanya khawatir. Jingga sadar disini ia juga salah karena pergi begitu saja tanpa mendengarkan penjelasan mamanya juga tidak pernah menghubungi mamanya sama sekali.

Jingga menghela nafas, tangannya bergerak ke arah laci nakas untuk mengambil benda pipih yang tidak pernah ia aktifkan sejak hari itu.

Begitu handphone nya aktif, bunyi notif langsung terdengar, ada banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari mamanya, kedua temannya, Boni dan juga Raka. Jingga tidak mau memikirkan kenapa kedua teman Fabian juga menelpon dan mengiriminya pesan.
Jingga mengecek satu persatu, panggilan paling banyak dari mamanya membuat hati Jingga sakit. Cewek itu menarik nafasnya sebelum menghubungi nomor itu.

"Mama.." panggil Jingga pelan saat panggilannya dijawab.

"Mama, maafin Jingga"

"Jingga, ini mbak Dewi. Kebetulan kamu telpon, bisa ke rumah sakit sekarang mama kamu dirawat-"

"Rumah sakit mana mbak?" Tanya Jingga panik.

"Sekarang mbak kirim alamatnya"

Tuutt...tuutt...

Panggilan terputus membuat Jingga tersadar, ia menatap nanar layar handphone nya, kedua tangannya bergetar saat mengetahui kenyataan pahit barusan. Jingga merasa bersalah, pergi dari rumah tanpa sepengetahuan mamanya adalah keputusan terbodoh dan ceroboh yang pernah ia lakukan. Ia tidak pantas di sebut sebagai seorang anak, bahkan disaat mamanya sedang sakit ia tidak disana menemani mamanya.

Jingga mendongak menatap langit-langit kamar yang ia tempati selama menginap di rumah Satria, pikirannya kacau dan air matanya tidak bisa berhenti mengalir.

Ting..

Satu pesan masuk berisi alamat rumah sakit tempat mamanya dirawat. Tanpa pikir panjang Jingga langsung bergegas keluar dari kamar, otaknya dipenuhi oleh mamanya, bahkan panggilan Satria tidak ia dengar bukan sengaja mengabaikan tapi ia benar-benar tidak bisa mendengar apapun saking paniknya dan fokus utamanya sekarang adalah ia harus cepat sampai di rumah sakit.

***

Fabian berkali-kali menghela nafas, matanya menatap kosong langit-langit ruang rawatnya, ia bosan selama seminggu berbaring di atas brankar rumah sakit. Ia ingin menghirup udara segar tapi keadannya memaksa untuk tetap tinggal.

Rasa sakit yang Fabian rasakan sudah mulai memudar, hanya saja sakit di bagian kepalanya yang belum reda sama sekali, berbagai macam obat sudah ia konsumsi, ditambah perawatan dokter yang begitu baik tapi tetap saja tidak mengurangi rasa sakit di kepalanya.

Ceklek...

Suara pintu terbuka mengalihkan fokus Fabian, cowok itu menatap ke arah pintu berwarna putih yang terbuka memperlihatkan sosok yang   ia temui terakhir kali sebelum kecelakaan menimpanya. Renata, cewek itu datang membawa parcel buah dan satu kantung plastik berukuran sedang, entah apa isinya Fabian tidak terlalu peduli.

Renata berjalan mendekat, meletakkan bawaannya di atas meja yang sudah tersedia disana.

"Gimana keadaan kamu?" Tanya Renata. Tangan lentiknya mencoba menggenggam tangan Fabian tapi ditolak oleh cowok itu.

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang