13

5.4K 622 67
                                    

Budayakan vote sebelum membaca...

Happy reading...

☁️☁️☁️

Sore ini Fabian sudah membuat janji dengan kedua temannya di cafe langgangan mereka.
Sudah lama sejak kejadian dirinya dipukuli oleh sang papa, ia tidak pernah lagi menginjakkan kaki disana.

Setelah mendapat pesan dari Boni berisi kalau cowok itu berada dalam perjalanan, barulah Fabian meraih kunci motor serta topi hitamnya di atas meja belajar. Cowok itu keluar dari kamarnya, berjalan melewati ruang keluarga membuat tiga pasang mata yang berada disana menaruh perhatian padanya. Papa, mama dan adiknya.

"Mau kemana?" suara sang papa mengawali.

"Kerumah Boni" bohong Fabian.

"Sebentar lagi kamu ulangan semester, bukannya belajar malah keluyuran"

Fabian menghela nafas kasar, kenapa sih di otak papanya hanya ada kata belajar dan belajar. Fabian tidak sanggup, otaknya tidak seperti otak sang kakak yang kelewat cerdas. Bisa membedakan mana hewan dan manusia saja Fabian sudah bersyukur.

"Pa, aku nggak keluyuran, cuma kerumah Boni" sanggah Fabian.

"Pulang malam kunci motor kamu papa sita lagi" ancam Gilang tajam.

Fabian berdecak, kapan sih ia bebas? Ancaman dimana-mana membuat cowok itu rasanya ingin kabur saja dari rumah.

"Iya" balas Fabian pasrah. Cowok itu berniat melangkah keluar, tapi tertahan oleh suara papanya.

"Apalagi?" tanya Fabian mulai kesal.

"Balik ke kamar ambil jaket"

"Nanti kan bisa pinjam punya Boni" tolak Fabian.

"Nggak usah pinjam, ambil jaket kamu sekarang!"

"Mas, udahlah biarin aja" Nada membuka suara. Kadang wanita itu heran dengan sikap protektif suaminya pada putra kedua mereka. Fabian itu laki-laki tidak seharusnya Gilang terlalu protektif seolah Fabian adalah anak perawan.

"Fabian pergi dulu ma" pamit Fabian kemudian segera melangkah keluar, terserah papanya akan marah atau tidak, intinya ia bisa keluar dan menikmati waktunya bersama teman-temannya setelah melewati masa pengurungan di dalam rumah oleh sang papa.

☁️☁️☁️

Setelah memarkirkan motornya di tempat biasa, Fabian berjalan seraya bersiul riang. Sudah lama ia merindukan suasana seperti ini.
Bebas tanpa ada tekanan dari sang papa.

Jika dirumah tadi Fabian sempat mengiyakan untuk tidak pulang malam, maka beda cerita jika ia sudah berada di luar. Fabian akan lupa segalanya jika sudah kumpul dengan teman-temannya dan pulang malam adalah ciri khas Fabian, soal kemarahan papanya itu urusan nanti. Masih ada sang mama yang akan setia membelanya dan Fabian sangat hafal bagaimana papanya jika sudah berhadapan dengan mamanya, layaknya seekor anjing dan majikan. Katakanlah Fabian kurang ajar, tapi faktanya memang begitu.

Ting..

Suara lonceng berbunyi saat pintu cafe berhasil dibuka oleh Fabian, seluruh pengunjung tampak menoleh ke arah pintu.
Fabian menyapu pandangannya kesulurh ruangan, tepat di pojok kanan dekat jendela ia menangkap dua sosok temannya tengah tertawa, entah apa yang mereka bicarakan. Tapi, tunggu ada yang aneh. Mereka tidak hanya berdua, melainkan berlima. Fabian memicingkan matanya mencoba menebak siapa tiga cewek yang berada satu meja dengan dua temannya dengan posisi membelakanginya.

Fabian tak ambil pusing, cowok itu kembali melangkah ke arah dua temannya yang belum sadar dengan kehadirannya.

"Sorry, lama" suara Fabian mengudara membuat lima orang yang berada di satu meja kompak menoleh ke arahnya.

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang