43

3.2K 334 56
                                    

***

Mengobati sambil mengomel itu sudah termasuk kegiatan rutin Jingga semenjak ia pacaran dengan Fabian. Cowok itu tidak pernah membiarkan Jingga tenang barang sebentar, ada saja kelakuannya yang berhasil membuat Jingga panik, khawatir, dan marah seperti sekarang.

Sepulang mereka dari lapangan tempat kejadian dimana Fabian menghajar anak orang, Jingga tidak mengizinkan cowok itu pulang sebelum lukanya diobati. Dan disini lah mereka berada, teras depan rumah Jingga ditemani kotak p3k yang menjadi langganan Fabian.

"Kamu kan udah janji nggak bakal berantem lagi, tapi buktinya? Omongan cowok emang nggak bisa dipegang!!"

"Kalo kamu berantem lagi, aku angkat tangan, obatin lukanya sendiri, jangan cari aku lagi!!"

Walaupun kesal, tetap saja Jingga mengobati Fabian dengan lembut, ia mana tega menyakiti cowok bar-bar tapi manja jika sudah di dekatnya.

"Jangan liatin aku mulu, denger nggak aku ngomong apa tadi?" Ujar Jingga seraya menatap tajam ke arah kekasihnya.

Fabian menggeleng tanpa dosa membuat Jingga melotot. "Aku ngomong daritadi kamu nggak dengerin? Itu telinga fungsinya buat apa hah?!!"

Fabian meringis mendengar nada bicara Jingga, sepertinya cewek itu semakin kesal karena ulahnya. Sesegera mungkin Fabian meraih tangan Jingga yang tengah memegang kasa kemudian ia arahkan ke depan bibirnya, mencium punggung tangan Jingga berkali-kali berharap kekesalan cewek itu berkurang.

"Apaan sih, nggak usah cium-cium, sana pulang!! Muka kamu buat aku tambah kesel"

"Jangan cemberut gitu, bukannya nyeremin kamu malah keliatan lucu, mau aku gigit?"

Jingga mendengus hendak memukul kepala Fabian tapi gagal karena cowok itu berhasil menangkap tangannya lebih dulu.

"Jangan dipukul, dielus aja kepala aku" ucap Fabian tanpa dosa sembari meletakkan tangan kanan Jingga di atas kepalanya.

"Aku lagi marah ya kalo kamu lupa!!"

"Marah boleh tapi nggak usah keseringan"

"Gimana nggak sering marah, kamu nggak pernah dengerin omongan aku padahal itu semua buat kebaikan kamu, kalo sekali lagi kamu berantem aku angkat tangan, terserah kamu mau lakuin apa aja, aku nggak bakal peduli lagi, aku udah capek benerin kamu tapi kamu sendiri nggak mau berubah!!"

Jingga menarik tangannya dari genggaman Fabian, menatap cowok itu datar. Jujur ia lelah berhubungan dengan Fabian karena apapun masalah yang cowok itu perbuat pasti berimbas padanya dan berakhir ia pusing sendiri karena harus memikirkan Fabian.

Jingga heran, sebenarnya ia berpacaran dengan seorang mahasiswa atau bocah tujuh tahun sih? Kenapa Fabian sangat kekanak-kanakan, dan hal itu sempat membuat Jingga berpikiran untuk mengakhiri hubungan mereka.

"Sayang, jangan marah aku minta maaf"

"Maafin aku ya? Aku kan udah jelasin tadi kenapa aku berantem, bukan salah aku sepen-"

"Ya, tapi kan bisa diomongin baik-baik"

"Nggak bisa, dia udah kurang-"

"Terus aja bela diri sendiri, gimana mau berubah kalo ngakuin kesalahan aja nggak mau"

Fabian menghela nafas, cowok itu menunduk memperhatikan ujung sepatunya, tidak berani menatap Jingga. "Iya, aku salah" ucapnya pelan.

"Bagus, sekarang kamu pulang, renungin kesalahan kamu dan jangan pernah ulangi lagi"

"Pulang sekarang?"

Jingga mengangguk "Kenapa? nggak mau?"

"Bukan gitu, tapi kita baru ketemu"

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang