️15

4.1K 594 84
                                    


Budayakan vote sebelum membaca...
Yang nyider kita kemusuhan!!

☁️☁️☁️

Jingga tersenyum puas saat keranjang belanjaannya sudah terisi oleh cemilan kesukaannya, sudah lama ia tidak berbelanja seperti ini semenjak mamanya sakit.

Setelah semua yang dibutuhkannya sudah masuk keranjang, Jingga memutuskan untuk membayar. Cewek itu meletakkan keranjangnya di meja kasir, menunggu penjaga kasir menghitung total belanjaannya.

"Totalnya seratus empat puluh tujuh" ujar penjaga kasir membuat Jingga tersadar. Cewek itu merogoh kantung celana jeansnya, mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah. Tapi, belum sempat ia menyerahkan uang tersebut sebuah tangan sudah mendahului nya dengan menyodorkan sebuah kartu yang langsung diterima oleh penjaga kasir tersebut

"Sekalian sama belanjaan dia, mbak"

Jingga buru-buru menoleh, mata teduhnya menangkap sosok Fabian yang tampak berbeda dari sebelumnya.

"Nggak usah mbak, ini uang saya"

Penjaga kasir tersebut tampak kebingungan, memperhatikan dua remaja di depannya ini bergantian.

"Jangan diterima mbak"

"Pakai kartu masnya aja, nanti mbaknya bisa ganti ke masnya" ujar penjaga kasor tersebut setelah tersadar dari lamunannya membuat Fabian tersenyum. Sebuah kebetulan yang indah bisa bertemu dengan Jingga diluar jam sekolah.

☁️☁️☁️

Jingga terduduk kaku di sebuah bangku taman dengan Fabian di sampingnya yang tengah meniimati sekaleng soda yang dibelinya tadi. Diperhatikannya Fabian diam-diam, rupanya plester yang ia tempelkan di hidung cowok itu masih bertengger rapi disana.

Tangan Jingga refleks membongkar plastik belanjaannya, ia tersenyum setelah mendapatkan apa yang ia butuhkan.

"Mm..kak" panggil Jingga pelan. Jujur ia malu bertemu Fabian setelah kejadian di sekolah tadi. Dan mengingat cowok itu juga membayarkan belanjaannya barusan. Jingga sudah bersikeras untuk menggantinya tapi ditolak mentah-mentah oleh cowok bertopi itu.

Fabian menoleh ke samping, sebelah alisnya terangkat seolah bertanya 'kenapa?'

"Itu-" Jingga tidak melanjutkan ucapannya membuat Fabian penasaran.

"Apa?" tanya cowok itu.

Jingga tak menjawab, namun tangannya bergerak ke arah hidung Fabian. Melepas plester bekas, Fabian benar-benar tidak memperdulikan dirinya sendiri. Seharusnya pulang sekolah tadi cowok itu langsung membuka plester dan mengobati lukanya dengan benar. Yah, walaupun lukanya tidak parah tapi tetap saja jika dibiarkan akan berdampak buruk.

"Kenapa nggak dilepas plesternya?" tanya Jingga disela kegiatannya menempelkan plester yang baru di pangkal hidung Fabian.

Fabian tak menjawab, kedua matanya sibuk memperhatikan wajah Jingga yang berjarak lumayan dekat dengan wajahnya. Cewek itu tampak semakin cantik jika sedang serius dengan sesuatu. Fabian semakin bingung rasanya, saat di sekolah bertekadnya sudah bulat untuk melupakan Jingga karena ucapan tajam cewek itu, namun berbeda dengan sekarang, cewek itu tiba-tiba baik dan perhatian kepadanya membuat hatinya kembali menolak untuk menghapus nama Jingga disana.

"Lo bangga kan bisa permainkan hati gue?" tanya Fabian tiba-tiba membuat Jingga tersadar, cewek itu berniat menjauh namun lebih dulu ditahan oleh Fabian.

"Ma..maksud kakak?"

Fabian tersenyum mengejek, lebih tepatnya mengejek diri sendiri karena luluh secepat itu hanya dengan perlakuan dan panggilan manis Jingga.

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang