️09

5.4K 658 154
                                    


Annyeong yeorobun....
Balik lagi nih, gatau kenapa ini tangan gatel banget pengen update cepet..

Absen dulu kuy sebelum membaca, siapa aja nih yang nunggu cerita Fabian?

Vote sebelum membaca, ingat!!

Happy reading...

☁️☁️☁️

Entah sudah berapa kali Fabian menghela nafas, dan mengacak rambutnya kasar. Kamarnya sudah seperti kapal pecah sekarang, tissue bekas berserakan di lantai dengan noda darah yang mengotorinya.

Pakaiannya yang terususun rapi di lemari sudah teronggok tak berdaya di lantai, cermin besarnya pecah dan terakhir lampu tidurnya yang patah. Jika kalian berpikir itu semua adalah ulah Fabian, maka kalian salah. Itu semua adalah akibat dari kemarahan sang papa yang baru mengetahui perlakuannya selama ini.

Semua persediaan rokok yang sudah ia sembunyikan seaman mungkin berhasil ditemukan papanya. Ditambah kenakalannya yang menumpuk terbukti dengan surat panggilan orangtua yang selalu Fabian sembunyikan menambah amarah laki-laki paruh baya itu dan berakhir dengan dirinya yang babak belur.

Fabian tidak melawan, ia mengaku salah dan memang seharusnya ia mendapatkan amukan sang papa. Dan akibat lainnya yang membuat Fabian frustasi adalah tidak ada kunci motor atau mobil, atm, bahkan wifi semuanya dicabut oleh sang papa.
Tidak ada Fabian yang sering pulang malam mulai sekarang, tidak ada Fabian yang suka mentraktir teman-temannya. Fabian yang sekarang adalah Fabian yang berada di bawah kendali papanya. Cowok itu tidak bisa berkutik, kunci kamar dan handphone juga sudah berada ditangan sang papa.

"Dodi sialan! Udah bau tanah juga, bukannya tobat malah ngaduin ke papa" kesal Fabian.

"BANGS- aduh..." cowok itu tidak melanjutkan umpatannya, ia justru meringis karena membuka mulut terlalu lebar. Sudut bibirnya sobek karena pukulan keras papanya.

Fabian menghela nafas, menyandarkan tubuhnya di pintu kamar yang terkunci. Ia sudah mirip seperti tahanan sekarang. Tangan cowok itu bergerak meraih pecahan kaca yang lumayan besar. Memandangi bayangannya di sana.

"Anjing! Wajah ganteng gue kemana" umpat Fabian.

"Punya papa kok kayak hewan, nggak ada akhlak" monolog Fabian. Miris sekali hidupnya.

"Tukar tambah papa bisa nggak sih?" gumam Fabian asal.

"Tau gini gue ngalah aja pas masih bentuk sperma"
Ujar Fabian miris mengingat nasibnya yang tidak seberuntung sang kakak.

Cowok itu melempar kaca yang ia pegang, ia teramat kesal melihat wajahnya yang dihiasi warna keunguan dimana-mana serta darah yang mulai mengering di sudut bibirnya, hidung dan pelipisnya.
Fabian memutuskan melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya sekaligus mengobati, takutnya makin parah dan membuat wajahnya semakin jelek.

☁️☁️☁️

"Jangan buat ulah lagi, ingat papa mantau kamu" suara Gilang terdengar saat mobil yang ia kendarai berhenti tepat di gerbang sekolah putranya.

"Iya" balas Fabian malas.

"Pakai hoodie kamu, cuacanya lagi dingin"

Dengan malas Fabian mengeluarkan hoodie yang selalu ia bawa di dalam tasnya. Memakainya secepat kilat, ia ingin cepat-cepat keluar dari mobil sang papa. Sial, Fabian merasakan ia kembali ke jaman SD dulu diantar jemput oleh sang papa atau mamanya.

"Papa jemput kamu tiga puluh menit sebelum bel pulang"

Kali ini Fabian menoleh ke arah papanya dengan kedua mata melotot sempurna. Ia tidak menyangka papanya akan bertindak sejauh ini. Ayolah, Fabian butuh bersenang-senang dengan teman-temannya, ia bukan anak kecil yang harus pulang tepat waktu.

FABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang