23. Sadar

91 18 1
                                    

Halo! Apa kabar?

Jangan lupa vote and comment yaa

Thank u❤

—⭐⭐—

23. SADAR

Dengan keadaan jantung yang berpacu begitu cepat, Valen membuka matanya. Napasnya terengah-engah. Peluh mengalir di dahinya. "Valen, tenang," kata Varel sambil memegang wajah Valen.

Beberapa menit kemudian, Valen memandang langit-langit rumah sakit lalu melihat ke sekelilingnya. Ia mendapati Varel duduk di dekatnya. Menoleh ke arah Gerald, Gery, dan Andry yang tengah menghampirinya.

Gadis itu tiba-tiba saja beranjak dari tidurnya dan mencabut infus di tangannya dengan kasar.


"Valen, lo mau ke mana? Keadaan lo masih belum pulih," ujar Varel menahan pergerakan Valen.

Valen memberontak. "Lepas!"

"Nggak! Jangan bandel! Kondisi lo masih belum pulih," tahan Varel. 

"Lepasin gue bilang!" sentak Valen yang terus memberontak. Sesekali ia meringis karena merasakan sakit di bagian perutnya, namun gadis itu menepis rasa sakitnya.

"Lo mau ke mana? Lo masih sakit," ujar Varel yang masih menahan Valen.

"Gue nggak sakit. Lepasin! Bukannya lo nggak peduli sama gue?" teriak Valen bersamaan dengan satu tetes air matanya yang jatuh membasahi pipi mulusnya.

"LEPASIN! GUE BENCI TEMPAT INI!" teriak gadis itu lalu melempar semua barang-barang yang ada di tempat itu.

"Lo kenapa?! Jangan kaya gini," tanya Varel khawatir dan langsung memeluk gadis itu.

Valen terus memberontak, namun Varel semakin memeluknya erat hingga kini dirinya tidak bisa ke mana-mana lagi. Valen menangis di pelukan Varel. Ia terisak dan tubuhnya bergetar hebat.

"Nggak, Rel, gue nggak sakit. Gue benci tempat ini. Gue–" Valen terus menangis.

"Gue ngerti, Va. Tapi, lo harus tenang," kata Varel menenangkan. Mengusap rambut Valen dan memeluk gadis itu erat. Ia tahu betul penyebab Valen bertingkah seperti ini.

"Valen! Kamu harus kuat. Kamu nggak boleh sakit, ayo kamu pasti bisa," ujar Aquino dengan penuh harap pada putri kecilnya itu saat Valen terjatuh dari sepeda.

Valen kecil yang masih lemas itu sangat ketakutan melihat papanya yang terus memaksa dirinya untuk tetap kuat. "T-tapi, Pa Valen sakit. Kaki Valen sakit," ringis gadis itu melihat lututnya yang berdarah.

"Kenapa kalo kamu sakit? Kenapa?! Apa itu menjadi penghalang untuk kamu belajar naik sepeda? Papa nggak pernah ngajarin kamu jadi orang lemah kaya gini," bentak Aquino dengan nada tinggi.

Valen saat itu masih sangat lugu. Keadaannya saat itu sedang sakit, namun Aquino memaksanya untuk terus belajar naik sepeda hingga membuatnya terjatuh karena tidak punya tenaga. Ia menangis melihat papanya sangat marah padanya.

"Kenapa nangis?! Nggak ada yang nyuruh kamu nangis," bentak Aquino.

"I-iya, Pa," ujar Valen masih dengan isakannya.

VARELLE √ (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang