"Itu tangan lo kenapa Lin?" tanya Jasmin yang kini baru saja datang dan menduduki sofa ruang diskusiㅡyang kini ruangan diskusi sendiri sudah diisi oleh kedelapan orang dan sembilan termasuk Jasmin sendiri.
Brelin menoleh, melihat apa yang Jasmin maksud. Dan tersenyum tipis, "ah enggak papa, ini cuman kebentur doang kok."
"Apanya yang kebentur, jelas-jelas itu luka gara-gara pinggiran kaca meja kamar Jeno kemaren," ujar Jisung nampak kesal.
Jasmin mengernyit.
"Looh... kenapa?! Duh... gue harusnya ikut aja kemaren, kok bisa?!" tanya Jasmin dengan panik.
Brelin mendengus menatap Jisung kesal. Memang saat ini siku gadis itu sudah ditutupi oleh perban, kemarin setelah akhirnya Renjun, Jisung, dan Chenle menyusul. Mereka akhirnya menyadari luka gores yang amat lebar di siku Brelin dan mengeluarkan banyak darah tanpa Brelin dan yang lainnya sadari.
Renjun sih menduga luka itu berasal dari pertengkaran Brelin dan Yuna. Bisa ia ingat bagaimana Chenle yang mengomel sepanjang menuju rumah sakit, tentu saja mengomeli Brelin. Lelaki berkulit putih itu benar-benar membuat mereka pusing sepanjang perjalanan.
"Panjang deh ceritanya," ujar Kamal dengan wajah datar.
"Bang!! Kok gak cerita?!" kesal Jasmin kepada Jaemin.
Jaemin tersenyum kuda dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Udah ah, orang luka kecil doang. Udah yuk sini Jas, gue mau ngomongin soal Yuna." Ujar Brelin menarik Jasmin untuk mendekat.
Sedangkan Haechan mengambil minuman dari dalam lemari dingin. Ia jadi kembali mengingat bagaimana dirinya malah membela Yuna, ada sedikit rasa bersalah tentunya. Ia meletakkan dua minuman yogurt rasa strowberry ke meja yang berhadapan dengan Jasmin dan Brelin.
"Nih buat kalian berdua," ujar Haechan lalu melanjutkan kegiatannya berbincang dengan Kamal dan Mark yang sudah berada di ruangan itu sejak tadi.
Jeno dan Chenle sudah sibuk dengan komputer dan laptop yang kini berada di hadapan mereka. Jaemin kini merapihkan dua lembar kertas miliknya dan Jisung yang mereka tulis mengenai beberapa fakta antara Yuna dan Nancy.
"Gini, gue waktu itu yang sesi nanya-nanya ke Yuna. Sempet denger dia gumamin nama Jackson dan nyebut 'Kakak.' Dari apa yang gue duga, Jackson ini adalah Kakaknya," ujar Brelin kepada Jasmin yang mengambil satu kertasㅡyang berisi biodata milik Yuna yang sudah diprint dalam bentuk kertas.
Brelin sendiri sengaja mencari kata lain, agar Jasmin tak curiga. Ia masih tak bisa mengatakan sesuatu hal yang ia miliki.
"Terus... hubungannya?" tanya Jasmin bingung.
"Gue duga sesuatu, tapi gue sendiri butuh boneka yang neror dia ini Jas. Cuman itu masalahnya, tuh cewek rese banget serius. Gak tau lagiㅡgue mintain buat dia nanti tangkep bonekanya, tapi dia malah ngajak debat," ujar Brelin menahan kesal.
Jasmin membulatkan matanya, "oh! Jadi... luka ini, gara-gara dia?!"
Brelin menghela napas lelah lalu mengangguk.
"Udah ah gak usah dibahas," ujar Brelin.
Entah kenapa, rasanya jika berbincang dengan Jasmin, ada sifat lain Brelin yang keluar begitu saja. Jadi, amat mudah berbicara dan sangat mudah untuk menjelaskan apa yang ada di otaknya. Tentu saja Brelin menyadari hal itu, namun memang dasarnya Jasmin adalah teman pertamanya selama ini. Jadi, amat wajar ia merasa gadis di depannya itu spesial. Teman yang benar-benar ia hargai.
"Yaudah kalo gitu sekarang kita ke kelasnya Yuna aja, atau datengin dia aja. Oh iya Lin, lo udah denger yang katanya dia ternyata kenal Nancy, belom?" tanya Jasmin dengan semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
🅓🅔🅣🅔🅒🅣🅘🅥🅔 🅝 🅓;NCT DREAM(ot6) ft Hueningkai
Fanfiction✎tidak mewajibkan kalian untuk vote, tapi kalo kalian mauㅡterima kasih✎ 🌟🌟🌟 ;2nd book of Detektif H2J2 ➳➳➳ ❞Lo kalo mau berak nggak papa Haechan.❞ ❞Enggak, enggak, anjrit si Brelin! Baca pikirannya bisa nggak nanti aja?!❞ Haechan menatap perempu...