50. TBL (((Takut Banget Loch)))

813 178 15
                                    

Udara sore hari di balkon lantai tiga—di tempat rahasia yang dipenuhi buku-buku. Jisung dan Renjun duduk berhadapan dengan Miss Irene dan Bu Moonbyul yang kini nampak berbincang serius mengenai minuman yang sebelumnya Renjun berikan untuk mengetahui minuman apa yang mereka dapat.

"Saya rasa sampai sini saja kegiatan ekskul mereka Irene."

Kalimat dengan penekanan dan suara tegas membuat Renjun dan Jisung seketika menoleh. Apa ini? Mengapa jadi tiba-tiba mengatakan hal itu?

"Maksud kamu?"

"Maksud saya? Udah cukup, mereka masih muda, mereka masih punya banyak hal untuk kedepannya nanti. Ekskul yang kamu buat ini terlalu ambil resiko—okeh, mungkin hal ini bisa buat mereka jadi punya banyak pengalaman, sekolah ini menjadi terkenal, dan—"

"Sebentar—Jisung, Renjun—kalian sebentar lagi  pulang 'kan?" kalimat Irene yang terdengar tegas membuat Jisung dan Renjun saling bertatap satu sama lain.

"Anu—"

"Jam tiga lewat empat lima, okeh mungkin nanti akan ada yang ingin dibicarakan, benar?" Jisung dan Renjun mengangguk.

"Kalo begitu kalian masuk ke dalam dulu."

Suasana yang mereka rasakan jadi terasa berbeda. Kedua lelaki itu bangkit dari duduk dan mulai melangkah menuju pintu kaca. Renjun menggeser pintu tersebut, disusul Jisung yang berada di belakangnya. Setelah pintu tertutup,  suara sayup-sayup di mana Bu Moonbyul dan Miss Irene berdebat kembali muncul, memang tak begitu terdengar jelas, namun dari sini mereka masih dapat mengetahui apa yang sedang diperdebatkan.

"Gue nyesel lapor ke Bu Moonbyul dah," ujar Renjun sembari menduduki sofa bludru dengan pelan.

Jisung menghela napas kasar, "kalo begini mending kita tadi minta aja cek langsung ke lab rumah sakitnya Chenle."

"Iyaya anjrit, ck, jadi ribet. Gini ya, emang gue juga jujurly ngerasa ekskul ini beresiko, kita jadi punya banyak musuh, dan bisa aja hal-hal gak terduga bakal kejadian—"

"Tapi lo sendiri udah pernah ngerasain kan Bang? Yang organisasi aeschor itu, kena tembakan dibetis," Jisung menunjuk tulang kering Renjun yang duduk di sebelah sisi kanan lelaki itu.

"Tapi gue ngerasa makin tertantang sih, dan gue rasa ekskul kita kudunya harus lebih dikembangin lagi sampe ke adik kelas selanjutnya, paham gak? Gini lho, dari gimana kita nyari apa aja yang terjadi dari masalah salah satu siswa or siswi, kita jadi bisa mikir kalo suatu masalah tuh harus selalu ngeliat dari sisi manapun, harus bisa waspada ama siapa pun itu, dan belum tentu yang jahat itu selalu jahat. Ngerti gak lo?" Jisung menggigit bibirnya menahan senyum mendengar kalimat panjang yang keluar begitu saja dari mulut Renjun.

"Lo udah cocok sih jadi guru bahasa Indonesia, 'simpulan yang dapat kalian dapatkan dari buku yang Bapak perintahkan untuk direview dengan metode 5W 1H, bisa langsung kalian gambar  menjadi bentuk duri ikan yang di dalamnya kalian berikan penjelasan' hahahaha... anjay gue masih inget kalimatnya Pak Chen kemaren," jelas Jisung membuat Renjun mendelik tajam.

"Pala lo sini gue giling pake gilingan aci! Maksud gue—kita jadi punya banyak pembelajaran di setiap kasus. Jadi lebih gampang buat ngegambar juga gerak-gerik seseorang!" kesal Renjun yang kini mengambil sebuah buku bercampur biru yang berada di atas meja—yang berhadapan dengan mereka.

🅓🅔🅣🅔🅒🅣🅘🅥🅔 🅝 🅓;NCT DREAM(ot6) ft HueningkaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang