24. Dan Kau Hadir

1.1K 250 63
                                    

Hari masih pagi ketika Rama membuka pintu utama, dan mendapati Rafa bersama Fika berdiri di teras rumah. Sesaat dirinya tertegun. Berusaha menormalkan degup jantungnya sendiri. Ini pertemuan pertamanya dengan mereka setelah pernikahan. Mereka memang memutuskan untuk tinggal di hotel beberapa lama sebelum pulang ke rumah. Namun, yang tak disangkanya adalah mereka kembali ke rumah ini, bukan rumah milik Rafa sendiri. Tatapannya kemudian turun pada tas besar yang dibawa oleh mereka di masing-masing tangan, lalu kembali menatap pengantin baru tersebut dengan kening yang berkerut samar.

"Kalian ngapain?" tanya Rama.

"Mama belum bilang?"

"Bilang apa?"

"Rumah kami lagi direnovasi," ungkap Rafa. "Jadi, rencananya untuk beberapa hari ke depan, kami nginep dulu di---"

"Nginep?" potong Rama.

Rafa mengangguk.

"Kalian mau nginep?" Rama kembali memastikan.

Lidah Rafa berdecak. "Harus diulang berapa kali, sih? Iya, nginep. Menginap. Kami mau tidur di sini. Gue udah bilang ke Mama semalem."

"Terus kata Mama?"

"Boleh."

"Apa?"

"Boleh nginep di sini."

"Berapa lama?"

"Sampe rumah selesai direnovasi."

"Kenapa di sini?"

"Lah? Kok kenapa?" Kedua alis Rafa naik. "Ini rumah gue juga, 'kan? Emang gue gak boleh tidur di rumah sendiri?" Ia balik bertanya tak kalah heran, sebelum beralih pada Fika yang sejak tadi membisu di sampingnya. "Ayo, masuk."

Dengkusan sebal keluar dari mulut Rama ketika pasangan pengantin baru itu serta-merta masuk, berjalan melewatinya begitu saja tanpa permisi. Ditutupnya pintu rumah dengan gerakan kencang, sebelum membalikkan badan, menatap setiap langkah mereka hingga masuk ke kamar Rafa---yang berada tepat di samping kamarnya.

Hari-hari Rama tak akan baik setelah ini.

***

"Akh!"

"Rafa! Akh!"

Pukul satu dini hari, Rama masih belum bisa memejamkan mata dengan benar karena suara desahan dari kamar sebelah. Suasana sepi pada dini hari menyebabkan suara itu semakin terdengar jelas. Seolah ada pengeras suara tak kasat mata yang sengaja diletakkan di kamarnya agar terdengar hingga ke penjuru ruangan. Ia berusaha memejamkan mata, menghitung domba agar cepat tidur, memikirkan hal lain agar teralihkan, tetapi semua gagal karena suara erotis itu terlalu mendominasi, membuat telinga dan dadanya bergemuruh karena hawa panas menyerang.

"Anjing."

Umpatan keluar bersama dengan tubuhnya yang bangun dalam satu kali hentakan. Disibaknya selimut yang menutupi seluruh tubuh, sebelum turun dari ranjang, dan memutuskan untuk keluar kamar setelah menyambar ponselnya di nakas. Demi Tuhan, Rama tidak bisa menyiksa diri lagi. Tubuhnya mungkin akan meledak jika terlalu lama mendengarkan suara menjijikan itu.

Dapur menjadi tujuan pertamanya. Setelah menyalakan lampu, langkahnya diayun menuju kabinet, mengambil gelas baru untuk diisi air, sebelum menarik kursi meja makan untuk duduk.

Serama (Ayo, Move On!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang