15. Asing Tak Asing

951 246 23
                                    

Sebuah ojek online berhenti di depan pagar ketika Rama sedang memanaskan motor di halaman rumah, sehingga membuat aktivitasnya berhenti sejenak. Ia mengamati penumpang yang saat ini tengah bergegas turun dari motor sebelum melepas helmetnya. Sosok Fika membuatnya tertegun, lantas buru-buru berjongkok, dan pura-pura sibuk memeriksa roda motor.

Decitan pagar terdengar tatkala Fika melangkah masuk ke halaman rumah. "Rama?"

Sial, padahal Rama berharap Fika tak menghiraukannya. Mau tak mau ia mendongak tanpa menyahut panggilan perempuan itu.

"Rafa ada di rumah?" tanya Fika.

"Ada," jawab Rama seadanya kembali menunduk untuk mengecek roda motornya.

"Makasih, Ram."

Rama tak menyahut lagi, dan membiarkan Fika pergi begitu saja. Ia menjauhkan tangannya dari motor, lalu termenung karena tiba-tiba merasa jahat telah mengabaikan Fika dengan sengaja. Berdecak, padahal tidak separah itu, tetapi hati kecilnya selalu berlebihan. Ia kemudian berdiri, dan sekonyong-konyong tersentak ketika mendapati Fika masih berdiri di dekat motornya.

"Kamu belum masuk?!" tanya Rama, kaget.

"Ada yang mau aku omongin," tutur Fika dengan ekspresi serius. "Boleh?"

Rama terdiam beberapa saat, lalu mengangguk pelan.

Meski begitu, Fika tak langsung buka suara, melainkan bergumam panjang sambil mencari kata yang tepat untuk disampaikan. "Soal kejadian waktu itu," ada jeda sesaat sebelum melanjutkan, "Aku mau minta maaf."

"Kejadian mana?" tanya Rama, tak mengerti.

"Waktu itu aku sempet marah karena kamu tiba-tiba mukul Rafa," ujar Fika. "Tapi ternyata emang Rafa yang salah karena dia bawa mobil kamu sampe bikin kamu gak bisa pulang."

Rama hanya menatap Fika.

"Sama kejadian baru-baru ini," imbuh Fika ternyata belum selesai. "Aku mewakili Rafa minta maaf juga karena udah buat kamu sama pacar kamu enggak nyaman."

Alis Rama terangkat sebelah. "Pacar?"

Fika mengangguk. "Perempuan yang sama kamu waktu kita ketemu."

Ah, Sera. "Itu---"

"Fika."

Mulut Rama sontak mengatup ketika indra penglihatannya menangkap kehadiran Rafa yang membuat Fika mengalihkan tatapan seketika.

"Rafa!" seru Fika sambil berlari kecil menghampiri Rafa di teras rumah. "Aku telponin enggak diangkat!"

"Baru bangun," balas Rafa sambil terkekeh. "Kamu dari tadi?"

"Enggak, ini baru dateng," jawab Fika. "Rambut kamu acak-acakan banget." Ia menyisir rambut ikal lelaki itu menggunakan tangan.

Rafa tersenyum, lalu mengusap sisi kepala Fika dengan lembut.

"Mama di dalem?" tanya Fika.

"Ada, masuk aja."

Fika mengangguk sebelum menjauhkan tangannya dari rambut Rafa, lalu melangkah masuk ke dalam rumah setelah melepas alas kakinya, meninggalkan Rafa di teras sekaligus melupakan eksistensi Rama di halaman rumah.

Senyum Rafa luntur begitu sosok Fika menghilang di balik pintu masuk. Ia lantas mengalihkan tatapan pada Rama yang masih bergeming di tempatnya dengan tatapan lurus tanpa arti. Tak ada yang disampaikan begitu puas menatap sang adik, dan memilih menyusul Fika ke dalam rumah tanpa mengatakan apa-apa.

Embusan napas pelan keluar dari mulut Rama ketika sosok Fika dan Rafa pergi. Takdir Tuhan memang selalu mengejutkan. Siapa sangka jika lelaki yang berstatus kakaknya itu akan mendapat perlakuan manis dari perempuan yang pernah dimilikinya? Mereka berbagi sikap manis di hadapan dirinya---lelaki yang pernah ada di posisi tersebut satu tahun lalu. Sikap mereka terlalu santai seolah mengabaikan apa yang pernah terjadi dulu. Mungkin, memang Rama yang terlalu berharap lebih pada kata maaf yang disampaikan oleh Fika, padahal kenyataannya hanya ucapan maaf biasa yang tak memiliki makna lebih. Jauh dari arti kembali yang ada di kepala lelaki bersurai hitam legam ini.

Serama (Ayo, Move On!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang