4. Lari

1.4K 300 11
                                    

Minggu ini, pendaftaran seminar proposal gelombang pertama akan ditutup. Pak Sidik, selaku dosen seminar proposal, menjanjikan nilai A bagi mahasiswa yang mengikuti seminar proposal gelombang pertama. Maka dari itu, semangat Sera menggebu-gebu untuk ikut seminar proposal bulan ini. Meskipun ia bukan kategori mahasiswa ambisius, tetapi kali ini ia berambisi untuk mendapat nilai A. Lumayan untuk menaikkan IPK.

Namun, Sera sedikit hilang harapan karena Pak Acep masih merevisi proposalnya hingga kemarin. Menurut beliau, pembahasan masih terlalu umum dan rancu, belum fokus pada judul yang diambil. Padahal, itu sudah direvisi berkali-kali. Entah harus dikhususkan bagaimana lagi.

Hari ini Sera kembali bimbingan karena Pak Acep yang meminta. Agak gugup mengingat ini kesempatan terakhirnya untuk maju ke seminar proposal.

"Hm, ini udah oke. Langsung daftar aja."

Senyum Sera langsung merekah ketika mendengar ucapan Pak Acep. "Baik, Pak! Terima kasih."

Setelah selesai ditandatangani, Sera lantas menyalami tangan Pak Acep, lalu keluar dari ruang jurusan dengan senyum mengembang. Akhirnya, setelah jatuh bangun revisi, ia bisa maju ke seminar proposal gelombang pertama.

Sera terlalu sibuk menyusun proposal sehingga lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan daripada di rumah. Ia juga jarang berjumpa dengan Adit karena sibuk dengan urusan masing-masing.

Tadinya, Sera akan langsung meminta jemput pada Adit, tetapi tidak jadi ketika teringat dengan hoodie abu yang dibawanya. Ia mendapat informasi jika hari ini Sarah ada kelas, sehingga kemungkinan besar lelaki itu juga ada. Oleh karena itu, ia berniat mengembalikan hoodie ini pada sang pemilik setelah sekian lama menginap di rumahnya.

Sera mencari kontak Sarah di ponsel, lalu menghubunginya. Tak butuh waktu lama untuk nada sambung yang didengarnya berganti dengan suara Sarah.

"Kenapa, Ra?"

"Lo di kampus?"

"Iya, ini baru selesai kelas."

"Oke. Makasih, Sar."

Tanpa menunggu balasan Sarah lagi, Sera memutus sambungan teleponnya begitu saja dan bergegas menuju FEB. Ia harus bergerak cepat sebelum pemilik hoodie abu-abu itu pulang.

***

Kepulan asap rokok mengudara ketika Tariq mengembuskan napas. Ia menoleh ke samping dan mendapati Rama masih bergeming dengan tatapan gamang. "Rokok, Ram?" tawarnya sambil menyodorkan sebungkus rokok.

Tanpa menoleh, Rama menggeleng. Meski suasana hatinya sedang buruk, tetapi ia sedang tidak berminat mengisap asap nikotin yang ditawarkan Tariq.

"Lo absen?" tanya Tariq.

Rama hanya mengangguk.

"Lagi kenapa lo?" tanya Tariq saat merasakan ada yang berbeda dengan Rama.

Embusan napas panjang keluar dari mulut Rama. Ia menyugar rambut hitamnya ke belakang sebelum membelakangi pagar pembatas balkon, dan menyandarkan punggungnya di sana. "Riq, Fika sama Rafa mau lamaran."

Tariq menoleh, kaget. "Anjing?! Serius?"

Rama mengangguk.

"Bercanda lo?" Tatapan datar Rama membuat Tariq bungkam. Oke, ini bukan waktunya bercanda. "Kapan?"

"Bulan depan."

Serama (Ayo, Move On!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang