10. Yang Tersimpan

1.2K 280 30
                                    

Setelah perseteruan kemarin, hubungan Rama dengan Rafa semakin renggang, dan kian jauh dari kata akur. Meski sebenarnya Rafa sudah meminta maaf secara langsung ataupun melalui Mama, tetapi tidak membuat hubungan mereka membaik. Yang ada mereka malah berjalan di dunia masing-masing seolah tidak saling mengenal.

Mama tak lagi banyak meminta tolong mengenai urusan Rafa pada Rama sejak kejadian itu. Dia hanya meminta tolong untuk urusan-urusan rumah biasa. Namun, sayangnya keluarga tetap keluarga. Sejauh apa pun menghindar tetap akan saling berhubungan meski tak suka. Akan tetapi, mungkin hal itu hanya berlaku untuk Rama saja. Karena jika dipikir-pikir ulang, hanya dirinya yang terlibat dalam urusan Rafa tanpa timbal balik.

Sama seperti hari kemarin. Urusan Rafa hari ini masih tentang pernikahan. Semakin dekat dengan hari acara, semua orang semakin sibuk menyiapkan ini dan itu. Sekali lagi, tak terkecuali Rama. Ia memang tak ikut serta, tetapi Mama baru saja meminta tolong padanya untuk menjemput di sebuah toko fashion setelah melakukan fitting baju bersama calon pengantin.

Setelah memarkiran mobil dengan sempurna, Rama lantas mengambil ponselnya untuk memberitahu Mama bahwa ia sudah sampai, dan menunggu di parkiran. Namun, tangannya berhenti menggulir layar saat ujung matanya menangkap kemunculan Mama secara kebetulan. Ia menyimpan ponselnya di atas dashboard, lalu bersiap menarik seatbelt untuk dilepas, tetapi urung karena melihat Rafa dan Fika menyusul di belakang bersama kedua orang tua perempuan itu.

Haruskah Rama turun? Tidak. Sebab, Mama langsung menyadari keberadaan mobilnya tanpa harus memunculkan diri lebih dulu. Dia masuk ke mobil, dan duduk di samping kursi kemudi setelah menyapa.

"Udah lama, Ram?"

"Baru dateng," jawab Rama. "Mama udah selesai?"

"Udah, kok." Mama menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.

"Enggak ada yang ketinggalan?"

"Enggak. Oh, iya itu ada baju kamu di---YA ALLAH!" Mama mengangkat kepala, dan sontak menepuk kening saat teringat akan sesuatu. "Masih di kursi, Ram. Lupa Mama ambil."

"Mau aku ambilin?" tawar Rama.

"Enggak usah, Mama aja. Tunggu sebentar, ya."

Rama hanya mengangguk saat Mama bergegas keluar dari mobil, dan berlari kecil untuk kembali masuk ke dalam toko. Ia menatap setiap langkah Mama sebelum tak sengaja menjatuhkan tatapan pada ponsel Mama yang tergeletak di kursi dalam keadaan menyala. Layar yang menampilkan foto Fika dengan kebaya itu membuatnya bergeming seketika.

Satu kesimpulan tercipta; pasti hasil fitting baju pengantin tadi.

Ini kali pertama Rama melihat Fika memakai kebaya. Meski hanya dalam foto, tetapi tak dapat dipungkiri jika Fika tampak cantik sekaligus anggun dalam balutan kebaya putih serta kain jarik panjang yang menjuntai sampai ke lantai.

Semakin lama dipandang, dada Rama semakin berdegup kencang. Ini salah karena degupan itu disebabkan oleh calon istri orang. Namun, ia tidak bisa menahannya. Membayangkan Fika akan secantik apa pada hari akad nanti membuatnya terenyak hingga lupa diri. Perempuan itu teramat cantik sampai membuat jantungnya melompat-lompat di dalam sana.

Suara pintu dibuka membuat Rama buru-buru mengalihkan pandangan. Ia berdeham, lalu bersikap seolah tak melihat apa-apa. "Ada, Ma?" tanyanya.

"Ada," jawab Mama sambil mengangkat tas kertas berlogo bunga yang dibawanya. Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di kursi, dan sontak terdiam saat menyadari foto Fika terpatri di layar. "Kamu liat ini, Ram?"

"Hm?"

Mama menunjukkan foto Fika dalam ponselnya sebagai penjelasan.

Diam beberapa saat menatap foto itu sebelum mengangguk dengan pelan. "Enggak sengaja," kilah Rama.

Serama (Ayo, Move On!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang