34. Tak Bertujuan

399 47 29
                                    

"Gue udah di depan, Ra."

Kurang dari pukul sepuluh, Sera mendapati mobil Toyota CH-R di depan rumah---tepat setelah panggilannya dengan Rama berakhir. Kendati demikian, ia justru tidak menemukan batang hidung sang pemilik mobil, membuat kakinya urung ambil langkah mendekat. Bukan. Bukan karena ingin dijemput sampai depan pagar, tetapi ingin memastikan bahwa mobil itu memang milik Rama. Maka, selama beberapa saat diperhatikannya mobil berwarna hitam itu dalam diam sebelum memutuskan mengayun langkah.

Jarak dari teras ke pagar tidak begitu jauh. Namun, pikirannya seakan punya banyak waktu untuk mengilas balik pada kenangan beberapa bulan lalu. Saat mereka belum terlalu mengenal, tetapi sudah diminta untuk menghadiri pernikahan Rafa dan Fika bersama. Bak sebuah film dokumentasi, kenangan tersebut berputar lambat di dalam kepala, praktis mengundang perasaan dejavu. Ia tak menyangka jika hubungannya dengan Rama akan sejauh ini. Dulu, mereka hanya orang asing yang tak sengaja berhubungan karena insiden hari pertama. Dan sekarang, hubungan mereka bukan lagi dua orang asing yang berhubungan tanpa alasan, melainkan dua orang yang sudah saling melibatkan perasaan.

Langkah Sera berhenti di dekat mobil. Ia sejenak terdiam---menyadarkan dirinya untuk berhenti memikirkan hubungan mereka---sebelum merundukkan badan untuk memastikan keadaan di dalam. Beruntung, kaca film yang tak terlalu gelap membuat matanya bisa langsung menangkap sosok yang tadi meneleponnya itu sedang duduk bersandar di punggung kursi sambil menopang kepala menggunakan tangan yang tertumpu pada kaca mobil.

Dengan hati-hati, Sera mengetuk kaca mobil, membuat Rama praktis menoleh. Saat pandangan mereka bertemu, lelaki itu langsung mengulas senyum sambil menegakkan posisi duduknya, lalu menekan tombol hingga kaca yang menjadi penghalang pandang mereka itu turun perlahan.

"Hai," sapa Rama.

Sera mengerjap saat mendapati wajah Rama tak begitu segar. "Hai," Sera balas menyapa, senyum sebentar. Wajah kuyu yang ditampakkan lelaki itu membuat senyumnya tak ingin bertahan lama. Entah perasaannya saja atau memang kondisi lelaki itu sedang kurang baik. Tidak kelihatan segar layaknya manusia normal pada pagi hari. "Are you ... okay?"

Rama tidak menjawab apa-apa, selain mengulas senyum tipis di bibir, lalu melipat kedua tangan pada stir kemudi hanya untuk menyandarkan kepala di sana. "Keliatan nggak oke, ya?"

"Hm," jawab Sera.

Rama tertawa kecil. "Masuk, dong."

Begitu dipersilakan, Sera menarik knop pintu mobil, lalu duduk di samping kemudi. Tepat ketika pintu kembali terkunci, kaca jendela yang semula turun mulai naik perlahan. Suasana tenang sontak menyelimuti ruang sempit di dalam mobil. Tidak terdengar lagi suara bising dari luar. Tidak juga terdengar suara dari dua insan ini setelah sama-sama duduk dengan nyaman. Hanya ada senyap yang sedang mereka telan.

Posisi duduk Rama sudah berubah tegak, tidak lagi bersandar pada stir kemudi, sementara perempuan yang duduk di sampingnya hanya memandang lurus ke depan. Ia terpekur, turut larut pada pemandangan di depan yang tidak ada indah-indahnya sama sekali. Hanya jalanan komplek kosong yang sesekali dilalui kendaraan.

"Ra."

"Hm?"

"Gue ... boleh nyender, enggak?"

Pertanyaan itu membuat Sera menoleh. Pandangannya sontak turun saat merasakan sebuah tangan menarik sejumput kain bajunya di sisi kanan. Ia kembali mengangkat pandang, menatap langsung si pemilik tangan dengan tanya, sementara yang ditatap justru balas menatapnya lekat.

Dalam beberapa detik, tak ada yang buka suara di antara mereka.

Sera masih tidak mengucapkan apa-apa, bahkan ketika menyadari Rama mulai bergerak, mendekat perlahan seperti efek slow motion dalam film, lalu menyandarkan kepala di bahunya begitu saja---yang sontak membuat tubuhnya sadar dan langsung memberikan reaksi. "Ram---"

Serama (Ayo, Move On!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang