11. Aditya Mahadhi

1.1K 250 16
                                    

Biasanya, setiap hari libur yang Sera lakukan adalah bermalas-malasan di bawah gelungan selimut sambil bolak-balik menjelajahi sosial media. Ia tidak akan beranjak sebelum cacing-cacing dalam perutnya teriak minta diisi. Namun, sebuah keajaiban terjadi pada pagi hari ini. Sera sudah bergelut di dapur bersama Adit dalam rangka membuat sarapan. Entah ide dari mana, tetapi Adit yang mengajaknya melakukan ini semua.

Bahan-bahan sudah Mbak Nia sediakan di atas meja untuk dimasak. Mereka hanya akan membuat menu rumahan mudah dan praktis---menurut Mbak Nia---seperti kangkung, tahu, tempe, juga bahan pelengkap berupa jenis bawang yang familier untuk orang awam. Tak ada yang pandai memasak di antara Sera maupun Adit. Di tempat masing-masing, mereka lebih sering makan di luar atau pesan antar daripada masak sendiri.

Meski begitu, suasana hening tercipta. Mereka berdua tampak sibuk dan serius dengan pekerjaan masing-masing. Sera mengiris bawang-bawangan, sedangkan Adit menyiapkan menu utama; kangkung, tahu, dan tempe. Urusan sambal biar Mbak Nia yang ambil kendali agar meminimalisir kegagalan.

"Kak Adit," panggil Sera memecah keheningan tanpa menghentikan pekerjaannya.

"Iya?" sahut Adit sambil menepikan tahu dan tempe yang sudah dipotong, lalu mengambil seikat kangkung untuk dipetik.

"SK skripsi aku udah turun kemarin," cerita Sera.

"Oh, iya? Udah bisa mulai nyusun, dong."

"Iya," balas Sera. "Hm, tapi kok takut, ya?"

"Kenapa?"

"Enggak tau. Makin deket sama kelulusan malah makin takut. Apa, ya? Kayak takut aja kalo mikirin kehidupan setelah kuliah," terang Sera. "Kak Adit dulu gitu, enggak? Atau cuma aku aja?" Ia menatap Adit sebentar sebelum kembali mengiris bawang.

"Takut realita enggak sesuai ekspektasi, ya?"

"Yah, semacam itu."

Adit tersenyum. "Itu hal biasa, Ra. Semua orang pasti harap-harap cemas kalo mikirin masa depan."

"Tapi kenapa orang-orang pengin cepet lulus, ya?"

"Emang kamu enggak?"

"Ya, pengin ... tapi ... gitu ... banyak tapi ..."

"Ra, hidup itu emang kejam kalau kita enggak tau cara mainnya," ujar Adit sambil memasukkan daun kangkung yang sudah dipetik ke dalam baskom. "Apa yang kamu takutin disaat kamu sendiri bahkan belum melangkah? Hidup itu harus banyak mencoba. Jangan takut gagal sebelum mencoba. Jangan takut jatuh sebelum melangkah. Sukses itu milik orang-orang yang enggak takut gagal. Ya, kalau kamu belum coba, apa yang mau kamu petik? Kangkung ini?" tanyanya sambil melambaikan setangkai kangkung yang masih utuh.

"Lebih gampang metik kangkung," gumam Sera.

Adit mendengus, lalu kembali melanjutkan, "Hidup itu kayak naik sepeda, Ra. Gowes aja terus sampai ke tujuan. Kalau capek, istirahat. Enggak ada salahnya kalo sesaat kamu bilang capek sama dunia. Yang salah itu kalo kamu langsung berhenti detik itu juga."

Sera hanya mendengarkan, dengan tangan yang bergerak mengiris bawang merah di atas talenan.

"Beruntung kita punya Ayah sama Ibu sebagai koneksi. Cari kerja enggak sesulit orang lain," tutur Adit.

"Privilege emang semenguntungkan itu, ya?" balas Sera sambil menggeser irisan bawang ke tepi talenan.

"Enggak," elak Adit.

"Heh? Kenapa?" tanya Sera.

"Orang lain hanya akan mandang kita sebagai anak yang berhasil karena uluran tangan orang tua."

Serama (Ayo, Move On!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang