21. Usai di Sini

1.1K 228 28
                                    

"Nikahan kakak Rama?"

"Iya."

"Kenapa kamu diundang?"

Sera menghentikan gerakan jarinya di layar ponsel, lalu termenung selama beberapa detik. "Karena aku temen Rama?" Ia mendongak sekilas pada Adit yang duduk di sofa sebrang, kemudian kembali menatap layar ponselnya.

"Semua temen Rama diundang?" tanya Adit lagi.

"Kayaknya cuma temen deket aja," jawab Sera, sedikit bergumam.

"Kamu deket sama Rama?"

Gerakan jari Sera di layar ponsel kembali berhenti. Ia termenung lagi, memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan itu. "Enggak tau," bisiknya. "Dibilang deket, enggak. Dibilang jauh juga, enggak."

Adit memperdalam kernyitan di keningnya. Jawaban itu terlalu rancu, tidak bisa didefinisikan dengan baik. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, lalu bersedekap dada, mengamati Sera yang duduk anggun di sebrangnya dalam balutan kebaya biru tua lengkap dengan kain jarik yang menjadi bawahannya. Tak dapat dipungkiri jika kebaya tersebut membuat Sera lebih kelihatan cantik dari biasanya. Namun, ada rasa tidak suka saat mengetahui dia tampil cantik karena orang lain.

"Sera," panggilnya.

"Iya?" sahut Sera, mendongak.

"Kamu---"

Suara dentingan ponsel serta-merta membuat bibir Adit kembali mengatup, menahan ucapannya di ujung lidah karena mendapati Sera langsung mengalihkan perhatian pada ponsel, tak menghiraukan perkataannya.

Rama Argatsani
ra, gue udah di depan

Membaca pesan tersebut, Sera lantas bangkit, lalu meraih quilted bag-nya di atas meja. "Aku berangkat sekarang," pamitnya sambil memasukkan ponsel ke dalam tas. "Oh, iya, tadi Kak Adit mau ngomong apa?" Ia menatap kakaknya yang masih duduk dengan tangan bersedekap.

"Gak jadi," kilah Adit.

"Yaudah, aku berangkat, ya."

Adit beranjak dari duduknya saat Sera melambaikan tangan. "Aku anter."

"Eh?"

"Sampai depan."

"Oh, oke."

"Ayo." Adit menggiring langkah Sera dari belakang hingga ke halaman rumah, dan melihat mobil Toyota C-HR berwarna hitam terparkir di depan pagar. "Itu mobil Rama?" tanyanya.

"Iya."

Bersamaan dengan itu, sosok yang sedang mereka bicarakan keluar dari mobil dalam balutan beskap berwarna senada dengan kebaya yang dikenakan Sera. Rambut hitamnya kelihatan lebih pendek dan rapi dari terakhir kali dilihat.

Rama terdiam sesaat ketika melihat keberadaan Adit di belakang Sera. Ini kali keduanya bertemu lelaki itu, tetapi rasanya ada tembok pemisah di antara mereka, tidak seluwes bertemu teman lama. Ya, kalau diingat lagi, memang tidak ada interaksi dalam pertemuan mereka pertama kali. Jadi, perasaan asing ini wajar, 'kan?

"Aku pergi, ya? Selamat jagain rumah. Daah, Kak Adit," pamit Sera sambil menepuk bahu Adit beberapa kali.

"Pulang jam berapa, Ra?" Adit bertanya sembari mengikuti langkah Sera dari belakang. "Nanti aku jemput."

"Enggak tau, entar dikabarin."

Adit mengangguk.

Melihat mereka mendekat, membuat Rama tak lagi mengindahkan keberadaan dan perasaan anehnya terhadap Adit, karena sosok perempuan di depannya lebih menarik untuk diperhatikan. Kebaya yang dibuat khusus untuk keluarga itu tampak cocok dikenakan oleh Sera. Ditambah dengan make up yang lebih mencolok, membuat aura wajahnya semakin keluar. Begitu pula dengan rambutnya yang biasa tergerai hingga bahu, kini ditata sedemikan rupa hingga membentuk gelungan di bagian bawah. Dan terakhir, kakinya yang dibalut sepatu selop dengan hak rendah itu tampak melangkah hati-hati agar tidak terbelit kain jariknya sendiri.

Serama (Ayo, Move On!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang