7. Undangan

1.2K 286 8
                                    

Lamaran Rafa dan Fika berjalan lancar di kediaman orang tua Fika beberapa waktu lalu. Acara itu hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja karena bertujuan untuk mempererat hubungan dua keluarga yang akan menjadi satu ini. Beruntung, otak Rama sedang bekerja dengan baik sehingga tidak menghancurkan acara tersebut dan merealisasikan nasihat gila dari Tariq. Meski begitu, dalam hati tetap tidak terima ketika Rafa memasangkan cincin di jari manis Fika sebagai tanda pengikatan.

Satu minggu berlalu dari acara lamaran Rafa dan Fika, semua mulai sibuk menyiapkan beberapa kebutuhan pernikahan. Terutama Mama dan tak terkecuali Rama. Ia ikut sibuk karena menjadi supir Mama untuk sementara waktu sampai Rafa selesai dengan urusannya.

Mau bagaimana lagi, Rama hanya bisa mengiyakan ketika Mama memintanya untuk antar jemput. Termasuk hari ini. Ia mengikuti langkah Mama dari belakang sambil mendorong sebuah troli yang sudah dipenuhi dengan barang belanjaan. Ini mereka bukan sedang mencari kebutuhan pernikahan Rafa, melainkan untuk kebutuhan dapur yang terlupakan karena terlalu sibuk mengurus pernikahan.

"Riweuh banget nyiapin nikahan Rafa sampe lupa belanja bulanan," cerocos Mama selama mengitari supermarket. "Kamu enggak ingetin Mama kalo di rumah telor udah abis."

Yah, mana Rama tahu. "Lupa."

"Kebiasaan," dengus Mama seraya berhenti di rak minyak goreng. "Sekalian aja beli minyak." Ia memasukkan dua bungkus minyak goreng ukuran dua liter ke dalam troli, lalu kembali melanjutkan langkah. "Kamu enggak mau beli apa-apa, Ram?" tanyanya sambil menoleh pada Rama di belakang.

"Enggak," jawab Rama.

"Ya, udah berarti tinggal bayar." Mama mengajak Rama menuju kasir.

Setelah terbungkus semua, Rama langsung membawa belanjaan Mama ke mobil. Ia tidak habis pikir dengan judul belanja bulanan ini yang lebih mirip belanja tahunan karena terlalu banyak. Saking banyaknya, sampai membutuhkan lima kresek berukuran besar. Atau memang kebutuhan rumah tangga sebanyak ini?

Rama mengembuskan napas panjang setelah memasukkan belanjaan Mama ke dalam mobil. Ia menutup pintu, lalu mendongak untuk melihat hujan yang belum berhenti, padahal dirinya dan Mama sudah menghabiskan waktu cukup lama di dalam.

Begitu membalikkan badan, matanya tidak sengaja menangkap seorang perempuan tengah berjongkok di depan pintu masuk sambil memegangi perutnya.

***

Pernah kepikiran untuk jadi laki-laki? Jika pernah, berarti sama seperti Sera yang hampir setiap bulan kepikiran untuk menjadi laki-laki. Kelihatannya hidup laki-laki lebih enak dibandingkan perempuan. Kenapa begitu? Salah satunya karena laki-laki tidak perlu merasakan sakitnya PMS* setiap bulan.

(PMS atau premenstrual syndrome adalah sebuah sindrom ketika wanita merasakan rasa sakit secara fisik maupun emosi menjelang menstruasi).

Memasuki hari kedua, dan Sera masih merasakan nyeri di sekitar perut sampai kaki, meskipun masa PMS sudah lewat. Tubuhnya lunglai tak berdaya setiap kali sesuatu di bawah sana mengalir keluar. Astaga, ini benar-benar menyiksa. Ia sampai harus berjongkok karena tidak tahan berdiri terlalu lama.

Meringis sakit, Sera menatap rinai hujan yang tak kunjung reda sejak awal kedatangan sampai kepulangannya. Ia menggigit kecil bibirnya sambil meremas baju di bagian perutnya untuk menahan rasa sakit. Kapan hujan akan berhenti?

"Sera?"

Panggilan itu membuat Sera sontak mengangkat kepala. Ia terkejut saat mendapati Rama berdiri di hadapannya. "Eh, Rama?!"

"Lo ngapain?" tanya Rama. Heran melihat Sera berjongkok di depan pintu masuk.

"Oh? Enggak." Sera segera berdiri untuk menyamakan tinggi dengan Rama sebelum ditanya semakin jauh. "Lo ngapain di sini?" Ia balik bertanya.

Serama (Ayo, Move On!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang