i. beginning of the end

140K 11K 443
                                    

The end.

Aku terkikik sendiri begitu dua kata itu berhasil kuketik. Aku menguap lebar, merenggangkan tubuh yang luar biasa kaku. Akhirnya selesai. Perjuanganku selama tiga bulan ini akhirnya berakhir. Aku segera meraih ponsel untuk menghubungi satu nomor.

"Udah gue kirim. Buruan dicek!" kataku pada Barga—editor di kantor penerbit langgananku.

"Oke!" Barga membalas semangat, lalu menutup panggilan.

Aku tersenyum puas, berjalan terseok menuju kasur untuk menjatuhkan diri. Sudah dua hari aku tidak keluar kamar sama sekali, hanya mengkonsumsi air dan kopi untuk bertahan hidup. Boro-boro tidur, aku bahkan tidak memiliki waktu untuk mengistirahatkan jari.

Baru saja akan tenggelam ke alam mimpi, ponselku berdering.

"Apa lagi?" tanyaku malas-malasan.

"Gue nggak suka!" seru Barga. "Kenapa Yakira harus mati semengenaskan itu?!"

Aku memejamkan mata. "Anggap aja sebagai balasan karena kelakuan setannya."

"Hei! Dasar kejam! Yakira lo buat terlahir di keluarga broken home. Bahkan dia harus melihat tunangannya sendiri jatuh cinta ke orang lain. Kalau dilihat dari sudut pandang Yakira, ini semua nggak adil buat dia. Setidaknya lo harus kasih dia akhir—"

"Sstttt. Gue nggak pernah mau yang namanya revisi alur, ya, Barga Mandala. Lagian second lead kayak dia itu udah pasti banyak pembencinya. Gue yakin pembaca lebih setuju kalau dia dimatiin dengan kejam. Gue mau tidur sekarang. Jangan ganggu gue!"

Tut.

Aku mematikan ponsel guna mencegah adanya gangguan datang lagi, segera menarik selimut untuk membalut tubuh. Namun belum juga dua menit berlalu, mendadak listrik padam dan mengharuskanku meraba-raba sekeliling agar dapat mencapai pintu tanpa masalah.

"Ma?" panggilku begitu keluar kamar. "Ma—akh!" Aku memekik saat kakiku tergelincir dan menyebabkan tubuhku terpelanting kuat ke atas lantai.

Belakang kepalaku sakit sekali. Benturannya tidak begitu keras, tapi pandanganku langsung dibuat berkunang-kunang. Mungkin efek perut kosong, dehidrasi, dan kurang tidur. Lalu gelap total menyergapku.

*

Kepalaku masih sedikit nyut-nyutan saat cahaya mulai meraba penglihatanku. Untung aku tidak mati.

"Nona sudah bangun? Cepat, panggil tabib!"

Hah? Tunggu. Aku tidak salah dengar, kan?

Aku kembali memejamkan mata. Mungkin aku masih terjebak di alam mimpi.

Namun tebakanku salah. Sampai lima menit berlalu, situasi masih sama saja. Aku masih berada di tempat aneh ini. Aku buru-buru bangkit, menatap semua orang yang memberiku sorot khawatir bercampur ngeri.

"Apa yang Nona Yakira rasakan sekarang?" Seorang pria berpakaian seperti tabib mengajakku bicara.

Siapa tadi katanya? Yakira? Nama itu terdengar familier.

"Yakira?" tanyaku dengan suara pelan.

"Iya. Itu nama Nona. Nona tidak mengingatnya?"

Aku menyingkap selimut yang menutupi tubuh, segera berlari ke arah cermin rias. Ini benar wajahku. Tapi kenapa semua memanggilku dengan nama orang lain?

"Nona—"

"Tunggu!" seruku cepat, memberi gestur tangan agar mereka tidak mendekat. "Pasti ada kesalahan. Nama gue Nousha, bukan Yakira!"

Interlude; The UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang