xxxv. the devil's transmigration

24.7K 3.8K 130
                                    

i really enjoy scrollin through u guys' comments n thoughts. yuk, penuhi bab-bab selanjutnya dengan komentar. thanks in advance! happy reading!

*

"Tidak!" Gaz sontak bergerak mundur begitu mendengar penuturan Dante barusan. "Saya tidak setuju, Yang Mulia." Untuk kali pertama, ada ketegasan dan amarah yang berani ia selipkan di kalimat yang ditujukan untuk Dante. "Saya lebih baik mati—"

"Siapa yang memberi kamu izin untuk mati?" Dante memotong dingin. "Listen to me, Gazka. Ini cara terbaik—"

"Anda tidak mengerti, Yang Mulia." Suara Gaz melirih. Ia mengalihkan mata ke setiap sudut yang bisa dijangkau, asal bukan tatapan tajam nan menelisik Dante yang seolah bisa menelanjangi lawan bicaranya. "Anda tidak mengerti rasanya kehilangan kendali atas hidup Anda sendiri—lebih buruk dari kematian."

Tangan Dante bersarang di atas bahu Gaz, mencengkeramnya kuat, memaksa laki-laki itu untuk menatapnya tepat di mata. "Apa kamu mau melihat Yaki mati begitu saja? Hm?"

Lemah, Gaz menggeleng. Hal terakhir yang ia inginkan di dunia adalah melihat kematian Yaki. Selain karena alasan klise berupa simpati, Gaz sadar bahwa ucapan Alsaki tempo hari benar adanya. Ia—manusia rendahan ini—nampaknya memandang sang ratu lebih dari seorang teman.

"Apa benar tidak ada cara lain?" Suara Gaz terdengar letih. "Anda pintar. Anda pasti bisa menemukan—"

"Do you trust me, Gazka?"

Mata Gaz melebar. "Tentu saja, Yang Mulia."

"Maka lakukan saja apa yang kuperintahkan. Setidaknya .. ini satu-satunya hal yang bisa kulakukan untukmu."

Keduanya berjalan bersisian memasuki aula hampa yang hanya menyisakan Sayaka di dalamnya. Pria tua itu asyik menikmati apel di tangan sembari meneliti lukisan-lukisan raksasa di dinding istana.

"Sayaka," Dante menyebut nama itu, "kami sudah siap."

Sayaka menoleh, menatap Dante dan Gaz bergantian. Ia mengangguk-angguk. "Ingat. Tidak ada jalan untuk kembali, Yang Mulia."

"Apa saja yang diperlukan?" Dante bertanya kalem, tidak menghiraukan peringatan Sayaka barusan.

"Tidak perlu repot. Prosesnya tidak lama, tapi mungkin akan sedikit menyakitkan." Ibu jari dan telunjuk Sayaka bergerak mendekat. "Sekarang, jawab pertanyaan Sayaka dengan sungguh-sungguh Yang Mulia." Sayaka mengikis jarak di antara mereka setelah melemparkan sisa apel ke arah perapian di sisi ruangan. "Apa Anda—dari lubuk hati terdalam—setuju untuk menjadi inang baru bagi jiwa Alsaki Veda?"

Tanpa ragu, Dante mengangguk. "Seratus persen."

"Baiklah." Kini Sayaka beralih kepada Gaz, sempat meneliti wajah sang pangeran sebelum bergumam tidak jelas. "Ulurkan tangan Anda, Pangeran."

Berbanding terbalik dengan kepercayaan diri yang ditunjukkan Dante, Gaz cenderung lamban dan terlihat penuh pertimbangan. Sayaka harus menerik tangan Gaz disertai senyuman tipis. Napas Gaz tertahan, berikut tubuhnya yang langsung terasa kaku.

Gaz tidak tahu apa yang sedang Sayaka lakukan saat telapak tangannya diremas kuat. Pria berambut putih itu memejamkan mata dengan bibir berkomat-kamit.

Entah hanya halusinasinya saja atau bukan, mendadak beban seberat baja seolah meninggalkan tubuh ringkihnya. Tak hanya sampai di sana, sekelabat bayangan hitam pekat yang berasal dari dalamnya menari-nari di udara, sempat mengitari setiap penjuru pelosok sebelum bergarak menukik menghunus jantung Dante.

Interlude; The UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang