"Hati-hati." Dante refleks menahan lengan Ilse begitu perempuan itu tidak sengaja menginjak batu licin yang nyaris membuatnya terjatuh.
"Terima kasih, Yang Mulia."
"Ssstt." Dante memberi instruksi agar tidak ada yang menimbulkan sedikit pun suara. Pandangan tajamnya mengunci mangsa di depan sana. Dante berancang-ancang mengeluarkan busur untuk diarahkan tepat ke singa yang kini tengah sibuk memangsa seekor kelinci. Matanya menyipit, pertanda bahwa ia tengah fokus.
Tepat sebelum anak panah itu ia lepas, sebuah seruan yang mungkin hanya bisa ditangkap oleh pendengaran tajamnya terdengar. Panah itu meleset jauh dari sasaran, menyebabkan mangsa yang seharusnya saat ini terkapar tak berdaya berhasil kabur dan hilang dari pandangan.
"Ada apa, Yang Mulia?" Ilse bertanya khawatir. Dante adalah pemanah hebat, seorang predator dengan insting kuat. Jadi hal apa yang sekiranya membuat sang Predator lengah?
Dante tidak menjawab, langsung berbalik dan berlari dengan gerakan kilat menuju titik di mana ia meninggalkan Yaki dan Agas.
"Yang Mulia!" Dua pengawal di belakangnya beserta Ilse langsung menyusul dengan susah payah lantaran medan yang tidak rata dan licin.
Kening Dante mengerut saat ia tidak menemukan satu orang pun. Tatapannya turun pada jejak langkah kuda di tanah yang mengarah ke sisi timur hutan. Dante langsung menerobos memasuki jalan setapak sempit itu. Beberapa ranting liar menggores jubahnya hingga robek, tapi ia tidak peduli.
"Yaki!" Mata Dante melebar begitu melihat pemandangan di depannya saat ini. Yaki—dalam kondisi tidak baik—berada dalam gendongan Agas. "Apa yang terjadi?!" Dante mengambil alih tubuh ringkih itu, memandang pias wajah Yaki yang penuh dengan lecet dan memar.
Agas menjelaskan segalanya tanpa tertinggal sedikit pun.
"Ke mana pengawal yang lain?" Ada amarah luar biasa dalam dada Dante yang bisa membeludak kapan saja.
"Saya menyuruh beberapa dari mereka mengevakuasi Maro di bawah jurang, Yang Mulia."
"Yang Mulia, kami menemukan orang ini." Seorang pengawal berjalan mendekat dengan seorang pemuda menyedihkan dalam cengkeraman. "Dia yang menembakkan panah jarum pada tubuh kuda yang ditunggangi Ratu sehingga kuda itu menggila dan hilang kendali."
Rahang Dante mengetat. Kalau bukan karena kedua tangan yang saat ini menopang tubuh Yaki, mungkin tangan itu sudah ia gunakan untuk mencekik orang rendahan di depannya.
"Seret dia ke istana. Perintahkan pihak pengadilan untuk memberinya hukuman penggal."
Setelah itu, Dante membawa tubuh Yaki keluar dari hutan dengan kuda salah satu pengawalnya.
*
Mata para pelayan langsung melebar begitu melihat datangnya Dante dengan Yaki dalam gendongan.
"Yang Mulia!" Hanum terlihat paling terpukul dan khawatir.
Dante meletakkan tubuh ratunya di atas kasur secara hati-hati, membiarkan tabib mengobati luka Yaki. Tak lupa, Dante juga meminta Hanum untuk mengganti pakaian sang ratu agar lebih layak dan nyaman dipakai.
"Aku hanya mengalihkan pandanganku sebentar dan kamu sudah terluka." Dante bergumam pelan. Saat ini, hanya tersisa dirinya berdua dengan Yaki. "Fakta kalau aku meninggalkanmu sendiri untuk menemui bahaya .. membuatku marah."
Lenguhan parau mengundang Dante untuk mengangkat wajah, menemukan mata sayu Yaki kini mengarah padanya.
Dante membawa telapak tangan Yaki untuk dikecupnya lama. "Ada yang sakit?" tanyanya dengan nada paling lembut yang sebelumnya tidak Dante tahu dapat ia katakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interlude; The Untold
Fantasy[TIDAK UNTUK DITERBITKAN] Semua yang ditulisnya nyata. Dan Nousha tertarik masuk ke dalam dunia hasil karangannya sendiri, menempati tubuh tokoh antagonis dengan akhir tragis. © porknoodle