xxxi. under the moonlight

32.8K 4.5K 100
                                    

"Cepatlah!" Nyx harus menahan putaran pada bola matanya. Saat ini, Ran tengah menyeretnya paksa ke ruang makan, entah untuk apa.

Sebelah alis Nyx terangkat begitu menemukan meja makan yang kini terlihat terisi. Bukan hanya Ayodya yang telah duduk manis di sana, tapi Dante dan istri tercintanya, juga sosok yang baru diumumkan sebagai the long lost price. Apa ini semacam makan malam keluarga? Karena kalau iya, Nyx betul-betul tidak tahu harus menampilkan ekspresi seperti apa. Ran mendudukkan Nyx tepat di seberang Gaz, sementara gadis itu sendiri mengisi tempat di sebelah Yaki.

"Berhubung semuanya sudah di sini, kita mulai saja, ya?" Ayodya membuka suara, tersenyum hangat. Ia menginstruksikan pelayan untuk memenuhi permukaan meja dengan berbagai hidangan.

Nyx memperhatikan raut bahagia Yaki. Sudah jelas ini idenya. Ia menggeleng samar, lalu beralih pada Gaz yang di matanya masih terlihat cupu sekalipun tubuhnya telah dibalut pakaian mewah.

"Bagaimanapun, di tubuhnya mengalir darah Ayah, raja Aptanta yang agung. Aku tidak memintamu untuk bersikap baik terhadapnya, tapi jangan berani kamu menyakitinya." Nyx mengingat perkataan Dante siang tadi, sewaktu ia datang untuk mengonfrontasi sang raja atas keputusan sepihaknya di rapat darurat.

Hubungan Nyx dan Dante tidak pernah sebaik itu, tapi bukan berarti Nyx membencinya. Nyx .. menghormati Dante. Hanya sebatas itu. Nyx selalu tahu bagaimana kerasnya hidup yang dijalani Dante. Label 'pangeran mahkota' telah melekat dalam diri Raja Agrapana VI sejak pertama kali ia membuka kelopak mata. Setiap gerak-gerik dan ucapannya tidak pernah lepas dari sorot publik, memaksanya untuk menjelma menjadi kesempurnaan.

Nyx tidak berlebihan saat berkata ia bersyukur terlahir bisu sehingga tidak berpotensi menempati posisi Dante.

Dan sekalipun enggan mengakuinya, Nyx dapat melihat perubahan dalam diri Dante semenjak kemunculan Yaki di istana. Dante seolah-olah bisa bernapas untuk kali pertama.

"Makan yang banyak, Cupu!" Yaki mengangsurkan banyak lauk pauk ke atas piring Gaz. "Mana ada pangeran yang cungkring sepertimu?"

Tawa Ran pecah. "Tapi kita semua harus setuju kalau Pangeran Gaz sama tampannya dengan Yang Mulia."

"Jelas aku lebih tampan," balas Dante datar. "Yaki, seharusnya kamu mengurus suamimu, bukan pria lain."

"Apa kamu tidak memiliki tangan, Yang Mulia?" sindir Yaki, tapi pada akhirnya tetap melakukan hal serupa untuk Dante.

Nyx menggeleng untuk kesekian kalinya, mengambil jatah untuk dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya, meja makan dengan panjang tidak masuk akal itu terasa .. penuh dan hangat. Walaupun tidak familier dengannya, Nyx harus mengakui kalau ia merasa nyaman.

*

Kaki telanjangnya terus bergerak meskipun lecet sudah tercetak tak karuan di kulit mulusnya. Di saat sepeti ini, siapa juga yang peduli soal rasa sakit? Setelah dikurung berhari-hari tanpa makanan di gudang bawah tanah yang tidak dihinggapi oksigen secara normal, Ilse tidak tahu harus bersyukur atau mengutuk menemukan dirinya masih bernyawa.

Atas bantuan seorang pelayan, Ilse berhasil kabur dari sangkar emas itu. Ia memutuskan untuk tidak kembali. Hidup sebagai pengemis di pinggir jalan terdengar lebih sejahtera ketimbang menjadi anak angkat keluarga Pranaja.

Namun setelah melewati beberapa hari terlunta-lunta di jalan, Ilse sadar bahwa ia bukan siapa-siapa. Tidak ada yang mengenalnya sebagai putri bangsawan dengan pakaian lusuh dan kondisi menyedihkan seperti itu.

Ia harus mengais tempat sampah hanya untuk mencari sisa makanan demi mengisi perutnya yang menjerit pilu. Suhu ekstrim Aptanta saat malam nyaris membuat Ilse kehilangan kesadaran hanya untuk mendapati dirinya masih hidup keesokan paginya.

Interlude; The UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang