ii. gentleman

93.4K 10.1K 191
                                    

"Nona! Ayo, kita kembali. Nona baru saja sadar dan butuh banyak istirahat." Aku tidak menggubris perkataan Hanum, pelayan pribadi Yakira.

Mataku menjelajah ke setiap pelosok yang bisa kugapai. Rumah—lebih pantas disebut manor—keluarga Yaki sudah tidak perlu diragukan lagi mewahnya seperti apa. Yakira dibesarkan oleh keluarga bangsawan berpengaruh yang memiliki hubungan dekat dengan kerajaan.

Akan kupastikan malam ini untuk menyantap seluruh makanan yang dihidangkan.

"Hanum, saya mau bertanya."

"Ya, Nona?"

"Festival bulan berapa lama lagi?"

"Festival bulan? Saya kurang tahu, Nona."

Festival bulan adalah festival yang diadakan saat gerhana bulan total terjadi. Fenomena yang sangat jarang terjadi, terakhir muncul di Aptanta sekitar dua ratus tahun lalu.

Sedikit informasi, Yaki akan dieksekusi di hari itu.

Oke, tenang. Besok aku pasti sudah kembali ke kehidupan nyataku.

Semoga.

Pertemuan pertama Dante dan Ilse akan berlangsung di acara dansa yang diadakan sebagai perayaan ulang tahun Raja Ekata.

Ilse sendiri adalah anak adopsi dari keluarga Pranaja, salah satu keluarga bangsawan di Aptanta. Ia selalu diperlakukan tidak adil, persis seperti Cinderella. Namun Ilse bukan perempuan bodoh. Tujuan awalnya mendekati Dante ialah untuk mencari sekutu kuat yang bisa menjadi penjamin hidupnya. Kalau Ilse berhasil menikah dengan Dante, itu berarti statusnya akan berubah dan tidak ada yang bisa menyakitinya lagi.

Tidak seperti Yaki yang terkesan murahan dan akan melakukan segala cara untuk mendapatkan perhatian Dante, Ilse itu berkelas dan cerdas. Karakter Ilse yang seperti itu sangat sempurna untuk mengimbangi Dante.

Walaupun dijahati seribu kali oleh Yaki, Ilse tidak pernah betul-betul mengadu pada Dante. Ilse memiliki empati tinggi. Selain itu, Ilse juga sadar kalau yang ia lakukan salah—merebut tunangan seseorang. Sangat wajar jika Yaki yang bernotabene cinta mati pada Dante marah besar dan melampiaskannya pada Ilse, sekalipun dengan cara ekstrim seperti memberi racun pada makanannya dan membuat perempuan itu koma beberapa hari.

"Kalau perayaan ulang tahun Raja Ekata kapan?"

Hanum terlihat bingung, tapi tetap menjawab. "Dua minggu lagi, Nona."

Aku menggigit bibir. Baiklah. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua akan tetap berjalan sesuai dengan alur cerita. Aku hanya perlu menamatkan hari ini dengan tenang tanpa membuat masalah, lalu terbangun dari mimpi aneh ini dan kembali ke duniaku yang sebenarnya.

Sudah terlanjur di sini, akan sangat rugi kalau tidak mengunjungi istana Aptanta yang luar biasa indah bak dalam film Disney itu.

"Saya mau berkunjung ke istana," kataku pada Hanum.

"Apa?! Maaf, saya hanya terkejut." Hanum menunduk dalam. "Tapi tidak ada perintah apa pun dari Putra Mahkota, Nona. Nona tahu peraturannya; hanya boleh berkunjung jika mendapat undangan."

"Saya tidak peduli peduli. Sekarang kamu suruh kusir untuk menyiapkan kereta kuda. Cepat, Hanum."

*

Aku mabuk darat. Naik mobil saja terkadang pusing dan mual, apalagi naik kereta kuda?! Kalau bukan karena Hanum yang sigap menahan tubuhku, mungkin aku sudah jatuh tepat setelah memijak aspal.

"Nona! Lebih baik kita pul—"

"Wah." Aku berjalan cepat mendekati pelataran istana. Jauh melebihi ekspektasiku. Rasa bangga menyelinap di benakku. Bagaimanapun, ini semua hasil ciptaanku, kan?

Interlude; The UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang