"Tolong pertimbangkan permintaan saya, Yang Mulia." Gaz menyenderkan belakang kepalanya di dinding, memejamkan mata lelah.
Dante—dengan pandangan tidak menyorot lawan bicara—mencengkeram gagang pedangnya kuat. "Kamu tahu itu tidak akan menyelesaikan masalah. Iblis itu akan terus ada, tinggal menunggu waktu sampai dia kembali mencari korban selanjutnya."
"Setidaknya dia tidak akan berwujud seorang pangeran. Setidaknya dia tidak akan memiliki akses untuk menyakiti Anda dan orang yang Anda cintai," gumam Gaz samar. "Saya tidak bisa membunuh diri saya sendiri, Yang Mulia. Baik kehidupan atau kematian tidak pernah menjadi kuasa saya. Hanya Anda yang bisa melakukannya. Tolong .. bantu saya."
Dante dapat mendengar nada putus asa dalam suara saudaranya. "Bertahanlah. Aku berjanji akan mengakhirinya." Setelah itu, Dante menginstruksikan penjaga penjara untuk membebaskan Gaz. Sang raja berjalan meninggalkan tempat berudara lembab itu, sementara Gaz masih bergeming di posisinya bahkan setelah sepuluh menit berlalu.
"Bagaimana?" Yaki dengan wajah cemasnya telah menunggu Dante di atas.
"Ada yang ingin kutanyakan, Nou." Dante membawa Yaki menuju satu titik yang tidak terjaman oleh siapa pun.
"Apa?"
Dante menimbang beberapa saat sebelum membuang napas pendek. "Skema pertama yang diciptakan penulis." Untuk sesaat, Dante bisa melihat punggung Yaki yang menegak. "Apa kamu tahu artinya?"
"Aku .. tidak yakin." Yaki mengusap tengkuknya. "Memang kenapa? Apa ada hubungannya dengan misi-menyingkirkan-iblis?"
Dante mengangguk. "Pada saat gerhana bulan total terjadi, kita harus mencapai gerbang dimensi—gerbang yang membawa kamu ke dunia ini."
"Dan 'skema' yang barusan kamu sebut adalah lokasinya?"
"Ya."
"Untuk saat ini, aku tidak bisa memikirkan apa pun. Aku akan mencoba mencari jawabannya." Yaki memandang Dante serius. "Tapi .. apa yang sebenarnya harus kita lakukan? Apa hubungannya dengan gerbang dimensi? Ucapanmu kemarin bukan kebohongan, kan?"
Rentetan pertanyaan itu sempat membuat Dante terdiam beberapa saat. "Just trust me, Nou," kata Dante akhirnya. "Aku memiliki janji temu dengan perdana menteri yang baru."
"Kalau begitu, aku akan mengajak Ran berjalan-jalan keluar—"
"Tidak ada keluar," potong Dante cepat.
"Apa? Kenapa begitu?! Aku sangat bosan, Dante."
"Saat ini nyawamu sedang dalam bahaya, Nousha. Apa kejadian kemarin masih kurang?" Dante terlihat enggan melanjutkan perdebatan. Hari ini emosinya sedikit tidak stabil akibat banyaknya beban pikiran dan menanggapi Yaki yang keras kepala jelas tidak akan berujung baik. "End conversation."
"Lantas? Apa aku harus mendekam di istana seumur hidup hanya karena aku merupakan isrti seorang raja?"
Dante memijat pangkal hidung, mengalihkan mata ke arah lukisan raksasa di sisi lain ruangan. "Tidak begitu. Tapi kamu tahu situasinya saat ini."
"It's not only about the current situation. Detik dimana kamu memilihku sebagai ratu Aptanta, nyawaku akan selalu terancam oleh mereka yang ingin menyingkirkan kamu."
"Dan apa? Kamu menyesalinya? Kamu ingin melepas statusmu sebagai ratu? Begitu?" Intonasi dalam suara Dante meninggi, mengimbangi Yaki.
"Kamu membentakku?"
"Kamu yang memulai." Dante memejamkan mata sejenak, menekan emosi di dadanya kuat-kuat. "Just listen to me, Nou. Aku tidak memiliki waktu untuk mendebatkan hal tidak penting."
KAMU SEDANG MEMBACA
Interlude; The Untold
Fantasy[TIDAK UNTUK DITERBITKAN] Semua yang ditulisnya nyata. Dan Nousha tertarik masuk ke dalam dunia hasil karangannya sendiri, menempati tubuh tokoh antagonis dengan akhir tragis. © porknoodle