Dante bergerak menerobos kerumunan untuk mencari tahu apa yang terjadi. Keningnya mengerut begitu menemukan satu sosok tersungkur di lantai dengan pakaian dipenuhi noda makanan.
"Apa yang terjadi?" tanya Dante pada tiga orang lainnya—yang jelas sekali merupakan dalang dari keributan tersebut.
Katherina Rayaga langsung gelagapan, menatap dua temannya bergantian. "Dia mencari gara-gara dengan kami, Pangeran. Saya hanya mendorongnya pelan, tapi dia malah bersikap berlebihan dan membuat kekacauan!"
Dante melirik putri adopsi keluarga Pranaja yang masih bersimpuh di lantai, lalu berinisiatif mengulurkan tangan untuk membantu.
Ilse Kamala mengangkat wajah. "Pangeran." Perempuan itu menunduk hormat, tidak berani menatap mata Dante.
"Berdiri. Ini perintah."
Ragu, Ilse meraih tangan itu, menarik dirinya sendiri bangkit.
"Kalian bertiga, pergi." Dante berujar tegas pada Kathy dan dua 'dayang' setianya. Tatapannya jatuh pada penampilan Ilsen yang kacau. Dante memanggil pelayan. "Tolong berikan pakaian ganti untuk nona ini."
"Tidak usah repot-repot, Pangeran!" sergah Ilse cepat. "Saya bisa pulang dan berganti pakaian."
"Kalau ada cara mudah, kenapa mempersulit diri?" Ilse dibuat skakmat.
"Terima kasih, Pangeran." Ilse menekuk kaki untuk memberi hormat, etika dasar seluruh wanita di Aptanta. "Saya akan segera kembali."
Dante mengangguk singkat, lalu membalik tubuhnya hanya untuk menemukan kekosongan. Yaki sudah tidak ada di tempat terakhir mereka berdansa. Ke mana perempuan itu?
"Pangeran sangat mengagumkan!"
"Akh, aku semakin tergila-gila dengannya!"
"Apa yang Pangeran lihat dari perempuan kasar itu? Aku jelas lebih pantas bersanding dengan Pangeran!"
Dante tidak mempedulikan bisik-bisik murahan itu, bergegas menuju Agas. "Mana Yaki?"
"Saya tidak melihatnya, Pangeran."
Tadinya Dante sudah hendak mencari ke segala pelosok yang memungkinkan dirinya untuk menemukan Yaki, tapi rencananya terhenti lantaran satu per satu orang penting mulai mengajaknya bicara.
Sebagai pangeran mahkota, ia harus selalu menunjukkan senyum dan menyingkirkan kepentingan pribadinya.
Satu jam berlalu begitu saja. Kemunculan Raja Ekata berhasil mengalihkan perhatian orang-orang dan memberikan celah bagi Dante untuk menyingkir sejenak.
Saking terburu-burunya, Dante tidak sengaja menubruk bahu seseorang dan secara refleks menahan punggung orang itu agar tidak jatuh menghantam lantai.
"Maaf." Dante menarik dirinya mundur begitu Ilse sudah menegak sempurna. Pandangannya jatuh pada gaun baru yang dikenakan Ilse. "Kamu terlihat lebih baik sekarang."
Ilse tersenyum manis. "Berkat Pangeran. Sebagai rasa terima kasih, bolehkah saya mengajak Pangeran beradu pedang? Saya dengar, Anda sangat mahir dan suka mencari lawan yang sepadan."
"Saya belum pernah melawan perempuan sebelumnya," jawab Dante, lalu buru-buru meralat begitu kalimatnya terdengar ambigu. "Bukan maksud saya meremehkan perempuan. Saya tahu perempuan bisa menjadi sangat menyeramkan dan mengagumkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Interlude; The Untold
Fantasy[TIDAK UNTUK DITERBITKAN] Semua yang ditulisnya nyata. Dan Nousha tertarik masuk ke dalam dunia hasil karangannya sendiri, menempati tubuh tokoh antagonis dengan akhir tragis. © porknoodle