xliii. another antagonist

26.9K 3.8K 138
                                    

2 chapters to go before the 'final.' prepare urself, peeps!

*

"Coba pikirkan baik-baik, Yang Mulia. Setelah Raja Agrapana VI membunuh dirinya sendiri, bagaimana nasib Aptanta ke depannya? Dengan seenaknya, kamu mengakhiri cerita tanpa memikirkan efek yang ditimbulkan. Kedua adik Raja Dante jelas tidak memenuhi kualifikasi sebagai pemimpin selanjutnya."

"Langsung ke intinya."

"Maksudku," Sena menarik napas panjang, "semua yang terjadi bukan kebetulan. Kamu masuk ke dunia ini, menyebabkan terbukanya gerbang dimensi dan berubahnya alur secara drastis. Secara mengejutkan, Mirai dan adik kembar Raja Dante yang seharusnya mati dua puluh dua tahun lalu masih hidup."

Otakku yang tidak seberapa pintar ini mencoba mengumpulkan kepingan-kepingan spekulasi. Napasku memberat. "Jadi maksud kamu, semua ini terjadi semata-mata untuk mengisi kekosongan plot setelah aku menorehkan kata tamat?"

"Bingo!" Sena menjentikkan jari. "Setelah Raja Dante mati, Pangeran Gazka akan naik takhta. Aptanta tidak akan luntang-lantung tanpa seorang pemimpin."

Jadi .. peran Gazka yang sempat kupertanyakan ialah untuk mengisi kekosongan plot setelah Dante meninggal? Astaga. Bahkan aku tidak kepikiran sampai sejauh itu.

"Jadi, Yang Mulia, semuanya sudah digariskan. There's nothing you can do to save the king. Pada akhirnya, dia akan mati," Bibir Sena berhenti di dekat telingaku, "di tanganku."

"Dan bodohnya, kamu membeberkan rencana busukmu itu padaku. Kamu pikir aku akan tinggal diam?" desisku tajam.

"Tidak. Maka dari itu, aku ingin bernegosiasi."

"Negosiasi?"

"Bekerjasamalah denganku dan aku bersumpah tidak akan membunuhmu. Bukankah itu yang paling kamu takuti? Kematian."

Aku menggertakkan gigi. "Jangan harap."

Sena menggeleng beberapa kali seraya tertawa. "Jangan terlalu cepat membuat keputusan, Nousha. Aku berbaik hati memberi kamu waktu untuk memikirkan kembali penawaranku."

"Kamu pikir aku akan tinggal diam dan menunggu ajal dengan pasrah? Aku akan melaporkan semua rencana busukmu itu pada Dante!" Aku baru saja berbalik dan berniat pergi sejauh-jauhnya dari Sena, tapi lagi-lagi lenganku dicengkeram. Ia menarikku kasar hingga menubruk tubuhnya kuat. Aku mengaduh samar.

"Not today, Sweetheart."

"Apa maksudmu?!"

"Sayaka."

Aku tahu orang itu. Dante sering menyebutnya. Ahli nujum jenius yang seolah tahu segalanya.

"Saat ini, orang tua itu terkurung di teritoriku. Hanya butuh satu perintah dariku untuknya melantunkan dongeng pengantar tidur di telinga suami kesayanganmu itu. Mungkin Raja Dante tidak akan memercayai kata-kata yang keluar dari mulutku, tapi ahli nujum jelas tidak akan melontarkan omong kosong. Menurutmu, bagaimana reaksi beliau saat tahu kalau dunia yang dicintainya ini tak lebih dari fiksi murahan karangan istrinya sendiri? Bahwa kamu .. orang yang sangat dia percayai adalah orang yang menggariskan takdir menyedihkan baginya dan segenap Aptanta?"

Jantungku seolah berhenti berdetak untuk sesaat. Aku tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Jangan berpikir macam-macam," desisku sinis. "Apa sebenarnya tujuanmu? Membunuh Dante? Membunuhku? Apa lantas kamu akan mendapat kebahagiaan setelah kami mati?!"

"Kebahagiaan? Kata itu .. terlalu berlebihan untuk monster sepertiku, Nousha. Monster yang kamu ciptakan." Ia tersenyum lebar yang akan membuatku terlena kalau saja tidak mengingat siapa dirinya.

Interlude; The UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang