Dante terbangun karena mimpi buruk yang sebelumnya tidak pernah ia lihat. Napasnya terengah-engah, diiringi debar jantung yang menggila. Namun ia tidak bisa bergerak. Sekujur tubuhnya kaku. Lehernya serasa dicekik.
"Are you awake?" Dante tidak berharap Yaki—yang ia kenal sebagai Nou—akan melihatnya dalam kondisi seperti ini. "Hei, kamu kenapa?!" Mata Yaki membulat saat melihat kondisinya. "Dante!" Dante dapat merasakan pipinya disentuh oleh tangan Yaki.
"Biar aku panggil tabib!" Yaki sudah hendak beranjak turun dari kasur, tapi secara ajaib seluruh sendi Dante kembali mendapatkan fungsinya. Ia refleks menahan lengan Yaki, menarik perempuan itu kuat hingga terjatuh di atas dadanya sendiri.
"Just .. stay," ujar Dante dengan suara parau.
Untuk beberapa saat, Yaki membiarkan Dante memeluknya dengan posisi seperti itu. "Kamu tidur lagi?" Ternyata tidak. Dante melepas rengkuhannya pada punggung Yaki, membiarkan sang ratu bergerak menjauh. "What happened? Kamu membuatku takut."
Perlahan, Dante bangkit dari posisinya. Ia menyentuh lehernya sendiri. "Rasanya seperti ada yang mencekikku dengan kuat."
"Hm? Jangan-jangan setan?!"
Dante berdecak, mendorong pelan kening Yaki dengan telunjuknya. Ia kembali mengingat-ingat mimpinya. "Dia bilang akan kembali dan merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya."
"Maaf, Yang Mulia. Saya tidak mengerti kita lagi membicarakan siapa." Yaki menguap, menyilangkan lengan di depan dada. Lalu saat satu kesadaran menghampirinya, Yaki terkesiap dengan gerakan dramatis. "Apa jangan-jangan .. Ratu Mirai?!"
Dante memandang Yaki lurus. "Kamu juga percaya beliau masih hidup?"
"Ibu Ratu sudah menceritakan semuanya," balas Yaki. Ia dapat melihat kegelisahan dalam riak di kedua bola mata Dante. "Kamu tidak sendiri. Aku bisa membantumu. Ya, walaupun otakku tidak secerdas itu."
"Kamu berkata seperti itu karena betul-betul peduli denganku dan segenap rakyat Aptanta atau karena tidak sabar ingin kembali ke dunia asalmu?"
"Dua-duanya .." jawab Yaki dengan nada ragu. "Well, apa pun motifnya, tujuanku kan baik. Ini win-win situation, tahu? Semakin cepat kamu mendapat kebahagiaan dan kedamaian akan berimbas baik untukku."
"Terkadang aku lupa kalau kita datang dari dunia yang berbeda. Lebih tepatnya, aku menolak percaya." Dante menatap Yaki sungguh-sungguh. "Rasanya tidak masalah mendapat akhir buruk .. asalkan kamu tetap di sini. Aku akan menutup semua gerbang dimensi agar kamu tidak bisa lari ke mana-mana jika perlu."
"Dante, jangan egois."
"Aku memang seperti ini, Nousha." Dante mendekatkan wajahnya ke arah leher Yaki, membiarkan napasnya menyapu kulit beraroma mawar itu. "Kamu telah membangkitkan sesuatu dalam diriku, Nou. Kamu harus bertanggung jawab." Terdengar ambigu, tapi Dante tidak peduli. Ia menghisap lembut apa yang ada di depannya, membuat tubuh Yaki sempat menegang.
"Dante, jangan macam-macam, ya! Aku bisa teriak!"
Dante beralih ke telinga Yaki, menggigitnya pelan, langsung membuat perempuan itu menjerit heboh dan mendorong dadanya menjauh.
"DANTE!"
Diperlakukan seperti itu, Dante malah merasa tertantang. Ia membawa tubuh Yaki hingga terkunci di bawah kukungannya, memperhatikan raut khawatir itu dengan saksama. "Why can't I do this? Kamu adalah istriku." Jemari itu menelusuri pipi Yaki. "Kamu akan menghilang nantinya, jadi tidak ada yang perlu disesali, kan? Toh, kamu akan segera melupakanku. Melupakan malam ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Interlude; The Untold
Fantasy[TIDAK UNTUK DITERBITKAN] Semua yang ditulisnya nyata. Dan Nousha tertarik masuk ke dalam dunia hasil karangannya sendiri, menempati tubuh tokoh antagonis dengan akhir tragis. © porknoodle