xxxvi. in the wood

23.5K 3.6K 150
                                    

Setelah perjalanan panjang yang dipimpin oleh Agas, mereka tiba di sebuah manor tua yang cukup terawat.

"Silakan beristirahat, Pangeran. Saya akan membawa Ratu ke kamarnya."

"Tunggu." Gaz menahan lengan Agas. "Biar saya yang membawa Ratu."

"Baik, Pangeran." Agas memperhatikan dalam diam begitu Gaz meletakkan Yaki secara hati-hati di lengannya. Gaz terlihat lemah, tapi mengangkat tubuh ringkih Yaki dalam gendongan terlihat sangat mudah bagi pangeran satu itu.

Beberapa pelayan yang sengaja ditempatkan Dante di manor tersebut langsung menyambut mereka, memberi arah ke kamar yang telah disiapkan. Sementara Gaz masuk untuk meletakkan Yaki di atas kasur, Agas mengambil waktunya untuk memeriksa setiap pelosok manor sebagai tindakan berjaga-jaga.

"Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia," kata Gaz dengan pandangan lurus menatap wajah pucat Yaki. "Raja pasti akan mengakhirinya. Setelah itu, kita bisa berkumpul bersama-sama lagi."

"Pangeran, kami akan membersihkan tubuh Ratu lebih dulu." Ucapan salah satu pelayan berhasil menyentak Gaz dari lamunan. Ia mengangguk, lalu menyingkir dari ruangan tersebut, menatap daun pintu yang perlahan ditutup dan menenggelamkan sosok Yaki.

Manor ini terletak di salah satu pulau yang telah lama dibeli oleh raja pendahulu, dijadikan tempat rehat di waktu luang. Namun semenjak masa pemerintahan Raja Agrapana IV, tempat ini seolah dilupakan dan baru kembali direnovasi begitu Raja Ekata naik takhta. Beberapa pelayan dan prajurit ditempatkan untuk merawat serta menjaga manor.

Gaz memutuskan untuk berjalan-jalan sendiri di hutan terbuka yang berhadapan langsung dengan bangunan, membawa serta pisau pemberian Dante di dalam saku.

Gaz bukan orang paling peka, apalagi selama ini seluruh indranya seolah dimonopoli oleh Alsaki, tapi ia tidak mungkin salah saat mendengar langkah kaki di belakangnya. Belum sempat Gaz membalik tubuhnya untuk memeriksa, seseorang sudah lebih dulu menyergapnya dari belakang.

"Maaf saya harus melakukan ini," kata suara itu dengan intonasi rendah. "Saya hanya ingin memastikan sesuatu."

"Siapa kamu?" Gaz mencoba mempertahankan ketenangannya sekalipun saat ini jantungnya berdebar tak karuan. Ia tidak boleh mati sekarang—tidak di saat ia harus melindungi Yaki.

"Kenapa Ratu belum sadarkan diri? Kenapa Raja Dante harus membuang Ratu ke tempat terpencil ini?"

"Siapa kamu sebenarnya?!"

"Jawab saya!" Walaupun terdengar mengancam, tapi Gaz tidak yakin lelaki di belakangnya akan benar-benar menyakitinya, terbukti dari jarak yang cukup signifikan antara kulit leher Gaz dengan sisi tajam pisau yang tengah mengancamnya.

"Kenapa juga saya harus menjawab kamu?"

"Dengar, Pangeran. Saya tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Yaki, sekalipun itu Raja Dante! Saya akan membawanya pergi—akh!" Pisau dalam genggaman lelaki itu jatuh ke tanah, disusul dengan ringisan tajam.

"Anda tidak apa-apa, Pangeran?" Agas dan beberapa prajurit muncul dan di saat itu, Gaz baru dapat melihat sosok yang menyerangnya dengan jelas. Kini Gardaze Tjendapatra tengah berlutut kesakitan sebab lengan yang tertancap anak panah. "Tuan Gardaze, Anda bisa mendapat hukuman berat karena baru saja mengancam seorang anggota kerajaan."

Agas menginstruksikan anak buahnya untuk menyeret Garda pergi, entah akan diapakan. Gaz masih mencoba menyusun kepingan skenario dalam kepalanya saat Agas kembali menanyakan kondisinya.

"Saya baik-baik saja, Agas. Terima kasih."

"Lain kali tolong jangan bepergian sendiri, Pangeran. Status Anda saat ini sangat sakral dan berbahaya."

Interlude; The UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang