🌳[ 31 | FEELING ]🌳

252 29 3
                                    

Harusnya Minjae tidak terpancing omongan Chanhyuk waktu itu. Harusnya ia bisa menjaga sikap di depan Jiwan, tapi kekesalan akibat Chanhyuk yang menipunya itu membuat Minjae tak bisa lagi mengendalikan emosinya dengan baik. Dan berakhir mengutuk dirinya sendiri dalam kamar seperti sekarang.

Minjae merengek tidak jelas di kamarnya, merasa malu jika mengingat kejadian itu. Benar-benar memalukan, bahkan untuk sekedar menampakkan wajah pada gadis itu saja Minjae tidak berani. Bagaimana mungkin ia bisa berharap akan perhatian lebih dari gadis itu? Bagaimana bisa ia menginginkan hubungan mereka berdua baik-baik saja dan akrab jika mengendalikan emosi saja ia tidak bisa?

Minjae mengacak-acak rambutnya kesal. Kemudian menghempaskan tubuh ke ranjang. Menendang-nendang udara yang tidak berdosa dan bergerak-gerak seperti cacing kepanasan.

Juno yang sedari tadi memperhatikan, hanya bisa menghela nafas kasihan. Saat ini ia tengah duduk di atas kursi sambil menaruh dagunya yang bertumpu dengan kedua lengan di atas sandaran kursi. Masih dengan memperhatikan Minjae yang kini kembali merengek-rengek seperti anak SD yang baru dicampakkan oleh cinta pertamanya.

"Minjae-ya."

Karena Minjae masih tak menjawab, Juno mendekat lalu duduk di atas ranjang. Disebelah Minjae yang kini tengkurap, meredam wajahnya ke bantal. "Sudahlah, tidak ada gunanya disesali. Sampai Kamu jungkir balik pun percuma Minjae. Bertingkahlah sewajarnya," kata Juno berusaha menenangkan. "Lagipula Jiwan tidak akan mempermasalahkan hal itu. Jadi bersikap biasa saja seolah kejadian itu tidak pernah terjadi."

Kalimat itu sukses membuat Minjae mendongakkan kepalanya, ia menatap Juno dengan ekspresi nelangsa. "Bagaimana bisa....." ia kembali meredam wajahnya ke bantal dan mengeluarkan suara-suara aneh.

"Lagian, kenapa sih khawatir banget?" Mendengar nada menggoda dari Juno, suara aneh Minjae mendadak berhenti. "Kau benar-benar suka Jiwan ya? Sesuka itu?"

Minjae bergeming. Tak lama kemudian ia tiba-tiba membalikkan tubuh jadi terbaring dengan kedua tangan telentang bebas di samping tubuhnya. Minjae menghembuskan nafas, sambil menatap langit-langit kamar dengan pandangan nanar. Pikirannya di bawa kembali saat dirinya dipertemukan dengan gadis itu di taman. Saat ia bersama Jiwan membeli ice cream, berdebat kecil tentang perisa lalu yang terakhir, melihat Jiwan menangis di pelukan Chanhyuk.

Dadanya berdenyut sakit jika mengingatkannya. Minjae terus dibuat penasaran, apa yang terjadi dengan gadis itu? Kenapa Chanhyuk yang dipilih untuk menjadi sandarannya dibandingkan dirinya?

"Entahlah." Minjae menjawab lirih tampak tak bersemangat. "Aku hanya merasa nyaman dengannya. Meskipun Jiwan sering marah-marah padaku, Aku tidak marah apalagi tersinggung. Rasanya seperti— sudah biasa. Seperti... Tidak mempermasalahkan itu. Seperti.. hhhh bagaimana sih menjelaskannya?!!" Kata Minjae frustasi sendiri.

"Eum, perasaan itu... Aku juga pernah merasakannya kok."

"Ha?? Sungguh?" Minjae langsung bangkit. Terkejut, tentu saja. Minjae dan Juno ini satu sekolah saat SMA sekaligus teman se-trainee nya. Selama itu pula Minjae hampir tidak pernah melihat gelagat Juno jatuh cinta, apa mungkin saat SMP?

Minjae tersadar sudah terlalu berpikir jauh. Ia kembali mendengarkan penjelasan Juno.

"Jatuh cinta itu... Rasanya untuk pertama kali Kau menyadari bahwa jantungmu bisa berdetak secepat itu. Sulit untuk menjelaskannya, tapi ketika hatimu tergerak padanya itu artinya Kau jatuh cinta."

"Aku tidak mengerti."

Juno mendecak. "Cari saja semuanya di internet." Katanya jadi jengkel.

Minjae tertawa kecil menanggapi.

IDOL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang