🌳[ 4 | JUST CRY ]🌳

546 50 0
                                    

"Mau sampai kapan seperti ini terus, Pa?"

"Aku sudah minta Kamu untuk jangan bertanya tentang ini lagi kan?"

"Aku tidak akan bertanya kalau kamu memberitahu yang sebenarnya."

"AKU TIDAK BISA MEMBERITAHU KALIAN! KENAPA KAMU MASIH SAJA MEMAKSAKU?!"

Air matanya lolos begitu saja. Han Soojin terkejut setengah mati, wanita itu tak menyangka suaminya akan membentak dirinya. Suami yang amat ia cintai sepenuh hati kini telah berubah.

"Kenapa?"

Bibir Han Jiyoung terbuka dan tertutup bergantian dengan nafas memburu. Pria itu memejamkan mata sembari menyugar rambutnya ke atas, tampak frustrasi.

"Dengarkan ak—"

"KENAPA TIDAK BISA!"

Han Jiyoung menatap istrinya lurus. Kedua tangannya mengepal menahan amarah agar tidak lepas kendali. Meskipun hatinya sedikit menyesal saat membentak tadi. Pria itu berani bersumpah tidak bermaksud bersikap demikian, ini bukan dirinya dan kenyataannya adalah Han Jiyoung sendiri pun tidak bisa mengatakan maaf meskipun dirinya diliputi rasa bersalah yang amat besar. Seluruh ruang dalam rongga dadanya dipenuhi denyut menyakitkan dan ia tahu akan hal itu namun Han Jiyoung tetap bergeming, mulutnya tetap tak mau membuka. Atau lebih tepatnya, tak mau mengatakan yang sebenarnya.

"Jawab aku! Kenapa kau tidak bisa mengatakannya? Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dari Kami?" Wanita itu, Soojin, berhenti sejenak dengan perasaan campur aduk. Ia bisa melihat kedua mata itu menatapnya dengan tatapan bersalah. 

"Jiyoung, kau tahu kami mempercayaimu kan? Bukan hanya aku tapi Jiwan juga percaya padamu."

Sial. Suara lembut serta tatapan itu membuat Jiyoung hampir saja luluh. Pria itu semakin dibuat merasa bersalah, karena bukan tidak mau tetapi Jiyoung tidak bisa. Setidaknya untuk saat ini, maka biarlah waktu yang menentukan ketika saatnya tiba Jiyoung akan mengatakan semuanya. 

"Apa kamu bisa diam?!" Oh tidak, lagi-lagi ia melakukannya. Han Jiyoung benar-benar tidak bermaksud menyentak istrinya. 

"Bagaimana Aku bisa diam kalau Kamu terus seperti ini?!" Soojin menggeram. Sebenarnya ia sendiri juga sudah lelah menghadapi suaminya, ia ingin berhenti tetapi ada dorongan yang entah darimana asalnya membuat Soojin terus melawan arus.

"Cukup, Soojin!"

"Kenapa? Apa Kamu tidak merasa bersalah setelah apa yang kamu lakukan pada kami?"

"AKU BILANG CUKUP!!"

Suara maskulin yang selama ini terdengar hangat di telinganya kini dalam sekejap berubah seperti gaungan suara petir yang menyambar dari kejauhan. Rasa sakit itu langsung menyebar hingga ke uluh hatinya, meskipun sulit untuk dicerna bahwa apa yang dilakukan suaminya barusan adalah sebuah tindakan kekerasan. Soojin benar-benar tidak menyangka akan hal itu. Han Jiyoung menamparnya?

Seorang pria yang selalu menatap lembut dirinya, seorang pria dengan tawa hangat yang selalu menghiburnya, dan pria yang memiliki sorot mata rapuh saat pertama kali ia temui, adalah pria yang berbeda. Han Jiyoung berubah.

Tangis Soojin pecah saa itu juga. Semua perasaan yang ia pendam selama ini tanpa lagi meminta persetujuannya untuk keluar. Wanita itu menumpahkan semuanya hari ini.

Dan tanpa mereka ketahui, Han Jiwan mendengarnya.

Gadis itu berani bersumpah bahwa ia tidak mau mendengar pertengkaran itu lagi tapi kenapa Tuhan selalu membuatnya mendengar hal ini lagi? Ia baru saja tiba dari sekolah dan ingin turun ketika mendengar suara pintu terbuka disusul suara Papa yang amat ia rindukan telah menyapa dari bawah. Jiwan dengan semangat mengganti pakaian dan berhias diri sejenak namun, ketika baru di depan pintu langkah Jiwan langsung berhenti. Ia membelalakkan matanya ketika mendengar suara tamparan dari tempat kedua orangtuanya berada. Tangannya bergetar saat memegang knop pintu.

IDOL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang