🌳 [ 35 | GUN ]

194 25 7
                                    

Jika Kalian suka cerita ini tekan tombol bintang untuk vote dan Jika ada yang ditanyakan silahkan komen, karena respon Kalian sangat berarti buatku.

Terima kasih banyak buat pembaca setia sama cerita ini yang selalu vomment dan support Aku ><

Selamat membaca~

••••••°°°°••••••

Setelah mengunci rumahnya, Jiwan berlutut kembali mengikat tali sepatunya agar terikat sempurna. Baru saja gadis itu bangkit, ponselnya berdering memecah konsentrasinya begitu saja. Jiwan berdecak sebal, siapa juga yang meneleponnya saat pagi hari seperti ini?

Pikirannya langsung tertuju pada Na Minjae. Iya, pasti laki-laki itu yang meneleponnya. Mengingat Minjae adalah seseorang dengan ketidak jelasannya yang selalu menyebalkan. Tapi begitu melihat nama 'Han Jiyoung' di sana, Jiwan kembali menelan umpatan yang hendak ia keluarkan. Tanpa berpikir panjang lagi Jiwan menggeser tombol hijau di ponselnya.

"Kenapa, Pa?"

"Jiwan sekarang ada di mana?"

Dahinya sontak mengerut tak paham. Pertama, tumben sekali Papa meneleponnya sepagi ini. Dua, Papa nya itu lupa kah kalau baru beberapa jam yang lalu ia keluar dari rumah? 

"Ini Jiwan sedang dalam perjalanan ke halte."

"Sendirian?"

"Iya lah, Pa. Dengan siapa lagi? Setiap hari kan juga seperti ini."

Hening beberapa saat karena Jiyoung tak membalas segera. Jiwan semakin bingung, langkahnya berhenti lalu melihat ponsel, mungkin saja sambungan teleponnya terputus? 

"Pa? Papa tidak apa-apa kan?"

"Hn?! Ah- oh- itu. Papa baik-baik saja kok. Jiwan hati-hati ya di jalan!"

"Iya, Jiwan akan berhati-hati. Papa telfon Jiwan hanya untuk mengatakan itu? Tumben sekali,"

Di seberang sana, Jiwan dapat mendengar tawa Jiyoung yang membuatnya jadi teringat senyuman pria itu. Senyum itu pasti yang membuat Mama jatuh cinta pada Papa. Sama seperti ia yang terpikat oleh senyuman Minjae kemarin.

Tunggu.

Apa barusan Jiwan mengakui bahwa ia jatuh cinta pada laki-laki itu? Secara tidak langsung?!

"Apa-apaan!?" dengusnya begitu saja. Tidak sadar kalau ponselnya masih tersambung dengan Papa nya disana.

"Hn? Apa-apaan??"

Jiwan membulatkan mata ditempat. "Eng-enggak kok Pa, bukan itu-"

"Iya iya! Papa cuma mau ngingetin aja kalau cuaca lagi mendung. Jiwan harus lebih hati-hati lagi ya! Mungkin aja nanti tiba-tiba turun hujan. Kita nggak akan tahu kan,"

"Iya sih. Ngomong-ngomong, Papa masih dikantor?"

"Iya,"

Hening menyelimuti lagi. Entah kenapa hubungan Papa dan anak ini agak canggung, tidak sehangat Jiwan dengan Mama nya. Apa hubungan anak perempuan dengan Ayahnya memang begitu? Atau hanya Jiwan dan Jiyoung saja?

"Jiwan tutup telepon nya ya, Pa? Takut telat nanti,"

"Iya. Sekali lagi Papa bilang sama Jiwan- hati-hati ya,"

"Iya. Dah Pa!"

Jiwan memutus sambungan sepihak. Katakan bahwa ia tidak sopan, Jiwan tahu itu tapi Papa nya tidak akan marah, jadi biarlah. Ia lebih cemas telat masuk sekolah dari pada itu.

IDOL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang