Setelah pulang dari sekolah, Jiwan tidak memiliki tugas apapun dari gurunya. Akhirnya Jiwan memilih bersantai di rumah. Sekarang gadis itu tengah duduk di sofa ruang tengah dan menonton acara televisi sambil memakan biskuit ber-chocochips kesukaannya.
Papa sudah berangkat kerja dari pagi tadi dan Mama masih bekerja di toko bunga yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Tentang masalah yang kemarin, Mama sudah membicarakannya dengan Papa tapi pria itu masih kukuh tidak setuju. Jiwan dan Mama kali ini hanya bisa menerima lagi ketidaksetujuan pria itu, mungkin pemikiran Papa bisa berubah seiring berjalannya waktu.
Cukup lama kegiatan Jiwan yang hanya menonton televisi, sampai ada suara seseorang memasuki rumahnya.
"Jiwan,"
"Papa?" Jiwan menoleh pada sumber suara.
Pria itu hanya tersenyum, kemudian berjalan mendekati Jiwan dan duduk disamping putrinya itu.
"Kok sudah pulang Pa, Jam segini?" tanya Jiwan.
Papa mengelus puncak kepala Jiwan dengan lembut. "Papa sedang istirahat, nanti Papa juga akan kembali."
"Oh," Jiwan membalas singkat kemudian mengalihkan atensinya pada televisi.
"Jiwan,"
Jiwan hanya membalas dengan gumaman dan mencoba untuk fokus pada film yang ia tonton.
"Papa salah."
Gadis itu tersentak. Matanya masih menatap televisi tetapi pikirannya melayang pada ucapan Papa. Salah? Apakah ucapan Papa menuju pada topik semalam? Dengan jantung yang berdetak kencang dan mata terpaku kosong, Jiwan menyiapkan mentalnya untuk mendengar kelanjutan dari ucapan Papa.
"Mulai hari ini, Jiwan bisa keluar rumah dengan teman Jiwan."
"Pa..." Jiwan terkejut. Bungkus biskuit yang berada di tangannya tadi tiba-tiba saja terjatuh.
"Jiwan tidak perlu takut lagi untuk keluar rumah. Papa sudah mengizinkan kok," Senyum Papa merekah.
Bisakah Jiwan menganggap ini bukan mimpi? Ia benar-benar terkejut sekaligus bahagia dalam satu waktu. Jiwan tidak bisa berkata-kata, air matanya meluncur begitu saja dari kedua bola matanya yang indah.
Gadis itu menangis. Han Jiwan menangis karena bahagia. Akhirnya setelah sekian lama, setelah bertahun-tahun terkurung di dalam rumah dan hanya pergi ke sekolah. Mulai hari ini, Jiwan bisa seperti remaja lainnya. Remaja yang normal. Merasa bebas dan tidak bosan karena di rumah sepanjang hari. Jiwan tidak perlu lagi keluar diam-diam dari rumah karena Jiwan benar-benar tidak menyukai keadaan terdesak dan terpaksa. Ia sangat membenci hal itu.
"Papa.." Jiwan mendekap erat-erat tubuh Papa.
Pria itu agak tersentak karena pergerakan putrinya yang tiba-tiba namun, ia segera membalas pelukan putrinya dengan erat pula. Tidak bisa dipungkiri bahwa Papa tengah tersenyum saat ini, keputusannya sudah benar. Dan ia benar-benar lega. Sangat lega ketika reaksi putrinya yang sangat bahagia akan keputusannya itu.
Dan semoga pemikirannya selama ini salah."Papa, terimakasih karena sudah mengizinkan Jiwan. Jiwan benar-benar bahagia Pa. Terimakasih banyak Pa! Jiwan sayang Papa..." Jiwan terisak dalam pelukannya. Hatinya menghangat ketika pelukan Papa semakin mengerat padanya.
Tubuh ini.. Sudah lama sekali Jiwan tidak merasakan kehangatan bersamanya. Jiwan benar-benar merindukan bau maskulin Papa seluruh perhatian yang pernah ia dapatkan sebelumnya.
"Kalau boleh tahu, kenapa Mama dan Jiwan tidak boleh keluar rumah terlalu lama Pa?" Jiwan mendongak dan melepas pelukan.
Papa tersentak sebentar kemudian mengelus puncak kepala Jiwan dan merapikan rambut putrinya yang agak berantakan. "Papa masih belum siap untuk bercerita. Nanti kalau Papa sudah siap, Papa akan menceritakannya pada Kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOL ✔
Teen FictionBerawal dari pertemuan yang tidak terduga sampai pada suatu ikatan yang mengharuskan mereka bertemu.Tentang pertemuan seorang gadis yang sedang terluka dengan seorang Idol. Han Jiwan, gadis cantik bermuka datar yang hidupnya terus berpindah tempat...