🌳[ 38 | THE MEANING OF A DREAM ]🌳

159 23 2
                                    

"Kesempatan kedua." Han Jiyoung menatap tenang dua pemuda di depannya. "Kalian berdua yakin ingin ikut bersamaku?"

Minjae sempat getar ketika kedua manik tajam dan misterius milik Jiyoung mengarah padanya. Tapi begitu ia mengingat keselamatan Jiwan yang di pertaruhkan, Minjae meneguhkan hati dan memantapkan diri. Ia rela melakukan apapun demi gadis itu. Sekalipun nyawanya sendiri yang jadi taruhannya.

Sebut saja Minjae sudah gila. Ia tak peduli karena sejak awal bertemu dengan Jiwan pun, ia sudah merasakan sesuatu yang asing datang padanya. Keasingan itu membuatnya seperti orang bodoh dan sekarang ia akan terlibat dengan kejahatan yang Minjae tak tahu seberapa bahaya itu.

"Keputusanku tidak akan berubah." Minjae menjawab dengan tegas, menatap balik Jiyoung dengan berani.

Han Jiyoung tersenyum tipis. Entah mengapa ia bisa mempercayai ucapan pemuda 21 tahun ini. "Kau bisa berkelahi bukan?" pria itu bertanya sambil memeriksa beberapa senapan dan pistol di kotak persegi panjang yang panjangnya hampir sama tingginya dengan pinggul pria itu.

"Tentu. Saya bisa taekwondo sejak di bangku sekolah dasar." Pandangan Minjae terus mengikuti bagaimana tangan-tangan besar milik Jiyoung mengutak-atik senjata dengan teliti dan cekatan. Terlihat sekali pria di depannya ini sangat ahli memainkan benda-benda semacam itu. "Tapi kalau memegang senjata asli... Saya tidak yakin bisa—"

"Belum." Jiyoung lebih dulu memotong ucapannya. "Bukan tidak bisa tapi belum. Akan ku ajari bagaimana caranya nanti, yang paling penting adalah mental."

Pria itu kembali menatap Minjae. "Kau terlihat masih sangat muda untuk ikut campur dalam hal ini. Apa Kau siap?"

Punggung Minjae menegak dengan jantung berdegup kencang. Adrenalinnya terpacu memikirkan hal-hal yang sama sekali tak pernah ia duga akan dialaminya nanti. Ia merasa sudah seperti berada di film-film laga Hollywood, yang berbeda adalah adanya kehadiran Han Jiwan.

Keselamatan gadis itu lebih penting. Minjae harus siap pada segala kemungkinan buruk yang akan ia alami nantinya. Minjae bahkan sudah berencana akan keluar dari grupnya jika sesuatu terjadi padanya nanti. Ia tahu keputusannya memang berat dan di luar dugaan, tetapi hal-hal seperti itu mungkin bisa saja terjadi dan pihak agensi tidak menginginkannya maka Minjae akan melepaskan semuanya.

"Saya siap dengan sepenuh hati. Apapun yang terjadi nanti, Saya akan tetap menjaga Jiwan sampai titik darah penghabisan."

Han Jiyoung tertawa. "Kau terlalu berlebihan." Melihat Minjae seperti ini membuatnya teringat pada seseorang di masa lalunya.

Masih muda tapi memiliki ambisi yang besar.

"Bodoh. Kau tidak terlihat meyakinkan jika seperti itu," Chanhyuk meledek membuat Minjae mengancamnya untuk diam melalui tatapan.

"Aku sudah memutuskan sebuah misi untukmu." Jiyoung kembali bersuara, mengalihkan suasana yang sempat pecah sebentar tadi. "Kau sendiri bagaimana?" tanya nya pada Chanhyuk.

Chanhyuk yang ditanya seperti itu masih sempatnya cengar-cengir tak berdosa. Kemudian ia berdehem menguasai diri, "Aku tidak akan ikut Paman. Jika Aku dan Minjae mendadak hilang berdua nanti akan terkesan aneh. Manager hyung pasti langsung akan curiga." Chanhyuk diam sejenak. "Kalau hanya Minjae saja yang ikut, Aku yang akan memberitahunya kalau Minjae sedang ada urusan mendadak dan langsung pulang ke rumah."

Han Jiyoung mengangguk paham. "Apa Paman boleh meminta satu hal padamu?"

"Meminta apa, Paman?"

"Bukan hal yang aneh-aneh kan?" Chanhyuk menambahi dalam hati.

Jiyoung tersenyum penuh arti lalu kembali memeriksa senapan di tangannya sampai berbunyi gemeletuk. "Jam sembilan malam nanti akan ada yang menjemputmu menggunakan mobil hitam. Plat VN, nomor dua digit terakhir 35."

IDOL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang