🌳[ 20 | IT SUCKS ]

285 33 2
                                    

|Hai
07:40

|Apa kita bisa bertemu di cafe yang kemarin sore nanti?
07:41

Jiwan hanya memandangi pesan dari Minjae tanpa ingin membalasnya. Ia sendiri masih ragu dengan pilihannya, tapi mengingat kata-kata Jisa siang tadi membuat pola pikirnya berubah. Jiwan menghembuskan nafasnya tampak cemas. Kalau Jiwan menolaknya, apa Minjae akan marah padanya karena tidak menepati janji?

Selama beberapa menit, Jiwan hanya menatap kosong langit-langit kamarnya sementara ia menaruh asal ponselnya di atas perut sembari berbaring. Keadaan itu berlangsung cukup lama bersamaan dengan denting suara jam di kamarnya yang memecah keheningan, Jiwan berkali-kali merutuki diri. Sebenarnya untuk apa ia secemas ini hanya karena Minjae??

Duh, Jiwan, berhentilah memikirkan pemuda aneh itu! Ini hanya akan berjalan dengan cepat jadi baiklah, mungkin ia bisa menerimanya. Setelah pertemuan sore nanti berakhir, mereka tidak akan bertemu lagi bukan? Jadi, kenapa Jiwan harus bersikeras menolak kalau akhirnya mereka akan berpisah?

Iya, sesederhana itu. Tapi kenapa ia tidak kepikiran itu ya sejak tadi? 

Jiwan sudah akan membalas pesan itu sebelum sebuah pesan muncul di notifikasinya. Pengirim yang sama, si Minjae.

|Kau tidak lupa kan?
15:06

Aku ingat]
15:07

|Ku kira kau lupa karena tidak membalas pesanku :D
15:07
|Aku tunggu jam 4 sore ya
15:08

Ok |
15:09
Read.





Jiwan bangkit dari sebelumnya yang tengkurap menjadi duduk, dengan punggung yang bersandar pada dashboard kasur. Ia berpikir sebentar, bagaimana caranya agar Ia diizinkan oleh Mamanya? Jiwan memang sudah boleh keluar rumah, tapi Ia masih agak takut untuk meminta izin.

Jiwan menghembuskan nafasnya. Bangkit dan keluar dari kamarnya. Suara derap langkahnya saat menuruni tangga lumayan keras, karena gadis itu turun dengan langkah yang cukup cepat.
Sampai Mama yang tidak sengaja mendengar itu, langsung mengerutkan dahi karena heran.

"Ada apa Jiwan?" Soojin mendekati putrinya yang tampak terkejut.

"E-eh, itu-" Jiwan mengulum bibirnya. Matanya bergerak kesana kemari tidak tentu.

"Kenapa sih, hm? Mau main dengan teman-temanmu?"

Jiwan mengangkat wajahnya, menatap khawatir Mama. "Tidak apa-apa kan, Ma?"

"Tentu tidak apa-apa! Sangat boleh kalau Jiwan ingin bermain dengan teman-teman. Mau keluar sekarang ya?"

Senyum Jiwan merekah begitu saja. "Iya, Ma!"

"Ya sudah. Sana siap-siap! Tidak baik kan, kalau temen-temennya Jiwan menunggu terlalu lama?" Jiwan mengangguk.

"Lagian kan, Mama juga mau balik ke toko lagi. Tadinya Mama kesini cuma buat ambil beberapa barang yang bisa jadi tambahan dekor toko Mama."

"Nanti bolehkan, kalau Jiwan mampir ke toko kerjanya Mama?"

"Boleh dong! Ajak temen-temen Jiwan juga kalau bisa," mendengar itu, Jiwan terkekeh pelan.

Sedetik kemudian Ia langsung terdiam. Memikirkan bahwa Ia hendak keluar bersama temannya setelah ini. Dan teman yang dimaksud Mama adalah teman sekolah Jiwan, padahal bukan. Dan itu membuat Jiwan agak merasa bersalah karena tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada Mama.

IDOL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang