🌳[ 24 | AFTER TRAGEDY ]

243 28 0
                                    

Dua hari telah berlalu. Penyelidikan di rumah Jiwan dihentikan begitu saja oleh Han Jiyoung. Gadis itu sama sekali tak mengerti dengan Papanya. Bukankah yang terjadi pada Mama itu sebuah pembunuhan? Lalu kenapa kasus itu dihentikan?!

Jiwan termenung di depan meja belajarnya. Pandangannya kosong memikirkan kejadian aneh dua hari belakangan. Setahunya, Mama tak pernah punya musuh. Mama itu terlalu lembut untuk sekedar berkata kasar, bahkan Mama tak pernah bermusuhan dengan temannya sendiri. Ia sangat tahu betul sifat Mama itu seperti apa.

Ini semua begitu janggal di pikirannya. Jelas sekali bahwa Mama adalah korban dari orang gila yang tak bertanggung jawab. Jiwan masih tak percaya akan hal itu, karena memang sangat aneh. Apalagi Papa yang menghentikan penyelidikan dan membuat semua itu seolah tak pernah terjadi benar-benar membuatnya kesal.

Jiwan menghembuskan nafasnya kasar. Menyatukan dahinya pada meja belajar, dengan spontan Ia menutup kedua matanya. Ingatannya kembali pada hari itu namun, Jiwan tak mau terpuruk lagi dalam keadaan dukanya.

Dengan segera Ia berdiri dan merapikan seragamnya yang sudah kusut. Kemudian beralih pada meja riasnya, Jiwan memandang pantulan dirinya di kaca dan terdiam melamun sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya karena sadar bahwa Ia sudah terlambat ke sekolah.

Dengan tangan yang gesit Ia menguncir kuda rambutnya, merapikannya dengan asal-asalan kemudian mengambil tasnya yang tergeletak di ranjang. Disaat yang sama Ia bisa mendengar teriakan dari Papa yang memanggilnya turun dan sesegera mungkin Ia keluar dari kamarnya.

Setelah sampai di teras, Jiwan tergesa-gesa memakai sepatunya. Jiyoung memandang wajah putrinya sambil berkacak pinggang di depan mobilnya. "Nggak usah cepet-cepet gitu lah! Nanti malah nggak rapi seragamnya loh!"

"Jiwan udah telat Pa!" Jiwan membalas tanpa memandang Jiyoung sama sekali. Ia langsung membuka pintu mobil dan masuk begitu saja.

Jiyoung menghela nafas ketika melihat raut putrinya yang masih terlihat hampa. Pria itu hanya bisa berharap agar Jiwan secepatnya dapat ceria kembali setelah semua ini berlalu.


*****


Dalam perjalanan menuju sekolah pun mereka terus diam. Matahari telah memancarkan sinar hangatnya hari ini, tapi keadaan dalam mobil sama sekali tak hangat- melainkan dingin. Suasana dingin karena tak ada yang banyak bicara, hanya ada suara deru mobil yang melaju di sepanjang jalan.

Jiyoung yang hanya fokus menyetir untuk sampai di tujuan tepat waktu. Dan Jiwan yang melihat pemandangan di luar kaca, memantau aktifitas orang-orang dari dalam mobil. Sesekali Jiwan membaca tulisan di billboard atau nama cafe dan toko-toko tertentu yang berhasil menangkap indera penglihatannya dalam hati.

Jiyoung melirik sekilas putrinya kemudian kembali fokus menyetir. Pria itu tahu bahwa Jiwan ingin mengatakan sesuatu padanya, tapi urung, Jiyoung bisa merasakan bahwa Jiwan kecewa padanya. Ia bisa melihat dari wajah dan perilaku gadis itu pada dirinya. Gadis itu kecewa padanya karena tak bisa melindungi Mama.

Dan Jiyoung memaklumi, karena ini semua juga kesalahannya sendiri. Biarkan saja seperti ini, karena nanti Jiyoung yang akan menjelaskan sendiri semuanya. Semua mengenai tragedi itu serta alasan di baliknya.

Kini mobil mereka sudah tepat berada di depan gerbang sekolah. Jiwan langsung bergegas keluar dari mobil, tanpa menoleh maupun mengatakan sepatah kata pun pada Jiyoung.

Jiyoung memandangi tubuh Jiwan sampai gadis itu lenyap di balik gerbang sekolah. Kemudian memejamkan matanya sejenak dan menghela nafasnya. Jiyoung langsung menancap gas dengan kecepatan yang tinggi. Mobilnya membelah jalanan dengan cepat. Tak memperdulikan sekelilingnya yang cukup ramai. Mata pria itu kembali memanas, membuat genangan kecil di kedua sudutnya.

Lintas balik tragedi hari itu kembali terputar di benaknya. Ia merasa tak becus melindungi istrinya. Dada Han Jiyoung begitu sesak, penuh amarah dan kesedihan yang mendalam. Bagaimana bisa dirinya disebut suami, jika melindungi istri nya saja Ia tak bisa?!

Jiyoung sangat merasa kehilangan dibanding putrinya. Dalam hal ini, Pria itu benar-benar runtuh. Jiyoung kecewa dan marah pada dirinya sendiri.

Pria itu masih berkendara dengan cepat. Untungnya, jalan yang Ia lewati sekarang begitu lenggang jadi kemungkinan terjadi kecelakaannya sangat rendah. Kali ini Jiyoung benar-benar tak bisa menahan tangisnya. Air mata yang sudah menggenang lama di kedua sudut matanya, sekarang jatuh begitu saja.

Hatinya terus menggumamkan nama Soojin, istrinya. Pria itu membanting stir hingga mobilnya berbelok ke kanan secara tiba-tiba. Membuat suara decitan yang melengking keras juga bekas hitam di jalan, akibat dari ban mobilnya yang berhenti secara mendadak.

Pria itu menenggelamkan wajahnya pada stir mobil. Kedua tangannya yang bertengger di stir itu menutupi wajahnya. Wajah yang penuh dengan tangisan lara dan penyesalan.

Sekarang.. Bagaimana Ia bisa menjelaskan semuanya pada Jiwan?


*****


Baru saja Jiwan diambang pintu kelasnya, Saehyun langsung memeluk tubuhnya erat. Disusul oleh Jisa di belakang Saehyun, gadis itu tak ikut memeluk tetapi hanya berdiri memperhatikan Jiwan dan Saehyun. Namun begitu, Jisa juga sama sedihnya dengan dua gadis itu, hanya saja ia sendiri bingung mau bersikap seperti apa untuk menghibur Jiwan.

"Jiwan, kamu nggak apa-apa kan? Ya ampun!! Lihat deh kantung mata kamu! Kulitnya juga kusam nggak terawat banget! Makannya masih teratur kan?! Tiga kali sehari? Nggak lupa minum juga kan?!" ujar Saehyun bertubi-tubi.

Gadis itu menatap sendu Jiwan, kedua tangannya menangkup wajahnya dan membolak-balikkan ke kanan dan kekiri. Memperhatikan setiap poros wajah Jiwan yang terlihat kurus.

"Jangan berlebihan deh, Hyun." sahut Jisa.

Saehyun menoleh pada Jisa, "Berlebihan kamu bilang?! Kamu lihat sendiri gimana kondisi Jiwan sekarang?! ME-NGE-NAS-KAN!" Saehyun kembali menangkup wajah Jiwan yang masih bergeming karena shok. "Kamu tuh udah mirip zombie tahu nggak?!! Lihat, lihat! Kulit kamu juga pucet banget Jiwan!!"

Jiwan tersenyum. Ada perasaan haru di dalam hatinya ketika melihat kekhawatiran Saehyun. "Aku nggak apa-apa kok!" tangannya melepas kedua tangan Saehyun di pipi nya. Kemudian melenggang pergi untuk menaruh tasnya, meninggalkan dua orang yang sedang menatapnya nanar di belakang sana.

"Nggak apa-apa gimana?! Kamu tuh-" Saehyun menghela nafasnya. Ia mengikuti Jiwan yang berjalan ke bangkunya.

"Aku khawatir sama Kamu!" kata Saehyun dengan nada yang tertahan karena kesal bercampur sedih.

Setelah menaruh tasnya di atas meja, Jiwan tak segera membalikkan badan menghadap Saehyun. Kepalanya menunduk menahan rasa sakit yang masih bergejolak di dadanya. Jiwan mengabaikan semua kata Saehyun dan memilih duduk di mejanya, membuka buku pelajaran untuk dibaca.

"Jiwan, Kamu denger nggak sih?!" Saehyun masih kukuh pada pendiriannya. Sekarang Ia menoleh pada Jisa yang dari tadi hanya diam. "Kamu lihat?! Dia malah sok nggak denger omongan Aku! Kalau ditanya itu jawab dong, Jiwan!!"

Jisa mengambil alih situasi dengan memegang lengan Saehyun, mendudukkan Saehyun dengan paksa di mejanya yang berada tepat di depan Jiwan. Menyuruh gadis itu tenang dan mengontrol emosinya.

"Mungkin Jiwan lagi nggak mood ngomong. Biarin Dia sendiri aja dulu!" Jisa bukan orang yang pandai menenangkan orang lain. Yang bisa Ia lakukan hanyalah mengatakan itu.

Jisa sendiri sebenarnya cukup terpukul mengenai kejadian yang menimpa Mama Jiwan, apalagi melihat wajah Jiwan yang terlihat tak baik-baik saja. Ia diam karena tak tahu harus berbuat apa. Ia diam karena tak pandai mengutarakan perasaannya pada orang-orang.

"Mungkin Kamu butuh waktu sendiri dulu, Wan. Kita bakal ada disini kok! Nggak usah khawatir."


******



Akhirnya Up juga ya tuhan!!! Greget banget tanganku mau Up tapi otak nge blank_ㅠ





A/N Juni 2024: Masih ada orang kah ini?

IDOL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang