➌➑ | ᴅɪsᴀʟᴀʜᴋᴀɴ

13K 1.4K 272
                                    

Happy 500K readers! Thank you banget untuk kalian yang masih setia sama cerita ini! 😭💚


Untuk yang mau masuk gc WA cerita ini DM yak.

ɦαρρყ ɾεα∂เɳɠ•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ɦαρρყ ɾεα∂เɳɠ

Paginya Jia terbangun dalam keadaan tidak baik-baik saja. Bangun dengan wajah acak-acakan, mata bengkak dan pakaian yang berantakan.

Dari siang hingga malam ia hanya menangis. Untunglah Darka setia menemani dirinya.

Darka juga terpaksa memaksa adiknya untuk memakan makanan yang tersedia. Ia tidak mau adiknya kembali berbaring di rumah sakit. Darka juga selalu berusaha menghibur adiknya walaupun tidak pernah berhasil. Bagaimana mau berhasil kalau leluconnya sangat garing.

Tok tok tok

Suara ketokan pintu membuat lamunan Jia buyar.

"Udah bangun?" tanya Darka dari arah luar pintu kamar.

Jia diam.

"Jia!" panggil Darka sedikit keras.

Karena khawatir perlahan Darka membuka pintu kamar Jia yang tidak terkunci. Melihat adiknya duduk dikasur membuatnya menghela nafas lega.

Darka menghampiri adiknya dengan langkah lebar dengan nampan di kedua tangan kanannya yang berisi bubur dan segelas air putih.

"Ayo bangu...sarapan dulu,"

Jia menggeleng.

"Kakak yang suapin kamu,"

Jia tetap menggeleng dengan sirat mata yang kosong.

Darka menghela nafas berat, ia bingung harus melakukan apa saat ini.

Karena Taeyong, Jia harus seperti ini. Demi apapun Darka sangat membencinya. Ia akan melakukan apapun agar Taeyong juga bisa merasakan apa yang adiknya rasakan.

Apakah dia harus menusuk pipi Taeyong menggunakan pisau? Atau langsung membunuhnya saja? Ah entahlah. Yang paling penting hasrat Darka harus terpenuhi agar emosinya tidak gampang meluap-luap.

Darka mendudukkan dirinya diatas sofa lalu menatap Jia yang melirik kedepan dengan tatapan mata kosong. Mata yang tidak tersirat apapun.

"Jia, ayo sarapan dulu. Kakak nggak mau kamu sakit lagi," perintah Darka lembut.

Jia melirik Darka dengan tatapan sendu, tatapan yang penuh dengan luka. Darka langsung mengalihkan pandangannya, ia tidak bisa melihat tatapan itu lagi. Terlalu menyakitkan baginya.

Apakah menurut kalian, Jia menceritakan semua masa lalunya ke Darka? Jawabannya adalah tidak sama sekali. Bibirnya terasa sangat berat untuk mengucapkan semua itu. Mungkin akan lebih baik jika ia menyimpan rasa sakitnya sendirian.

My Possesive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang