⓿➑ | ᴋʜᴀᴡᴀᴛɪʀ

36.9K 3.2K 903
                                    

Typo bertebaran-!

📖Happy Reading 📖

Dari tadi Darka terus saja mondar mandir seperti cacing kepanasan di depan ruang UGD. Sebelum nya dia sudah mengabari orang tuanya, dan mereka sedang dalam perjalanan pulang ke indonesia.

Sudah hampir dua jam dokter belum keluar juga dari ruangan UGD. Dia khawatir dengan adik bungsunya yang terbaring lemah di ranjang ruangan itu.

"Tenang dulu bang. Jia pasti baik baik aja" Ucap Farrel meyakinkan Darka, padahal dia sendiri dilanda ke khawatiran.

"Apa? Tenang? Jia lagi bertaruh nyawa di dalam sana! Dengan mudahnya lo nyuruh gue tenang!" ucap Darka sedikit emosi.

"Kita juga khawatir bang" Gibran bersuara.

Melihat emosi Darka yang tidak stabil membuat Farrel dan Gibran diam. Wajar saja jika Darka khawatir, Jia itu adik perempuan nya.

"Gimana keadaan Jia?" Tanya Azri yang baru saja datang bersama dengan Revan. Mereka baru saja tiba dari kantor polisi.

"Masih belum ada kabar" Jawab Farrel seadanya.

"Gimana sama pria bajingan itu? Dihukum mati kan? " Ucap Darka dengan tatapan dinginnya.

"Dia dihukum 10 tahun penjara" Darka mengepalkan tangannya. Bisa bisanya Keparat bajingan itu dibiarkan hidup.

"Kenapa tidak dihukum mati?! Kenapa dibiarkan hidup?! " Bentak Darka.

"Itu keputusan hakim bang. Kita gak bisa berbuat apa apa"

Darka mengepalkan tangannya untuk menyalurkan emosinya yang memuncak. Tangan nya terasa gatal, ingin sekali dia membunuh Pria tidak tau diri itu.

"Gue gak mau tau! Lo ancam dia dengan hukuman seberat beratnya! Lo paksa polisi nya. Kalau enggak, gue sendiri yang bakal bunuh bajingan itu! " Anggaplah Darka gila, tapi dia ini belum seberapa dengan perlakuan pria itu terhadap Jia.

Darka bebas melakukan apapun, Jika dia membunuh orang sekalipun, polisi tidak bisa berbuat apa apa. Polisi masih sayang nyawa untuk berhadapan dengan seorang Darka Alfiano Aksara. Bahkan presiden juga tidak berani menentang Darka.

Pintu UGD terbuka, menampilkan seorang dokter dan suster yang memeriksa Jia di dalam.

"Tuan Darka" Panggil dokter itu. Rumah Sakit ini memang milik keluarga Aksara, wajar saja jika mereka memanggil Darka dengan sebutan 'Tuan'.

"Bagaimana keadaan adik saya?" Tanya Darka.

"Jadi begini, kondisi pasien saat ini dalam keadaan koma. Karena kondisi tubuhnya yang lemah dan juga pasien kehilangan banyak darah. Tadi saya juga sudah melakukan cek di seluruh tubuh pasien. Banyak sekali memar, bekas tamparan dan luka luka yang belum sepenuhnya kering. Sepertinya dulu pasien pernah mengalami penyiksaan." ucap dokter tersebut yang membuat mereka terkejut bukan main, sedangkan Darka sudah mengepalkan tangannya.

"Jadi maksud dokter, Sebelumnya Jia pernah mengalami hal seperti ini? " Tanya Azri.

Dokter itu menggangguk.

"Saya khawatir pasien akan mengalami depresi berlebih. Tapi kita berdoa saja semoga itu tidak terjadi."

BUGH

Darka memukul Tembok dengan keras. Tidak peduli dengan tatapan orang orang.

"Ini rumah sakit bang" Ucap Azri mengingatkan. Walaupum Rumah sakit ini milik keluarga Aksara. Tapi mereka tetap harus mematuhi peraturan disini.

"Kapan dia sadar dok? " lirih Farrel.

"Saya tidak bisa menentukan kapan pasien akan sadar. Kita berdoa saja semoga dia kuat untuk melewati masa kritis nya." Ucap Dokter tersebut.

"Apa boleh kami menjenguk nya? "

"Boleh tuan. Tapi saya harap untuk tidak melakukan keributan saat menjenguk pasien" mereka menggangguk setuju.

"Dok. Saya mau adik saya dipindahkan ke ruangan VIIP terbaik rumah sakit ini!" Tegas Darka.

"Baik tuan. Akan segera saya pindahkan" Dokter itu segera meninggalkan Darka dan adik adiknya.

***

Saat pintu terbuka. Mereka dapat melihat adiknya yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Bahkan Wajah adiknya terlihat pucat Walaupum dia memakai masker oksigen. Entah kenapa hati mereka merasa seperti ditusuk beribu pisau yang sangat tajam.

Dengan langkah gontai mereka menghampiri Ranjang Jia dan duduk di kursi samping tempat tidur

Darka menggenggam tangan adiknya yang terbebas dari selang infus.

"Sayang. Kenapa kakak gak pernah nyadar kalau selama ini kamu kesakitan? Kenapa kamu gak pernah cerita sedikit pun sama kakak? " lirih Darka.

"gue emang gak becus jadi kakak" Ucap Azri yang menyalahkan dirinya sendiri.

"Dek bangun dong" Lirih Revan

"Kenapa harus Jia yang ngerasain ini? Harusnya gue aja" lirih Farrel.

"Sayang. Maafin kakak yang gak becus jagain kamu" Gibran menitikkan air matanya. Dia tidak peduli Jika di anggap cengeng.

Krek

Mereka menoleh ke arah pintu yang terbuka, menampilkan Willson dan Alya yang berjalan ke arahnya.

"ayah, Bunda" lirih Revan.

"Gimana keadaan Jia" Ucap Bunda dengan mata berkaca kaca.

"Jia koma bun"

Deg

Alya hampir saja terjungkal ke belakang, untung saja ada Willson yang menahan tubuh mungil istrinya.

"Hiks... Jia yah" Alya menangis di pelukan sang suami. Willson hanya mampu mengelus punggung istrinya.

"Jia pasti baik baik aja sayang"

"Tapi--"

"Jia pasti kuat kok bun" Darka berusaha meyakinkan bundanya. Padahal dia sendiri takut hal buruk terjadi pada adiknya.

Darka memeluk bundanya, diikuti saudaranya yang lain. Jadilah mereka saling memeluk dan menguatkan satu sama lain.

-TBC-

Mon maap yak kalo feel nya gak dapet:(

Jangan lupa votement biar aku semangat..

11 ᴍᴇɪ 2020

My Possesive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang