Bagian 6

2.5K 256 9
                                    

Assalamualaikum.

Udah lama banget aku gak update cerita ini.
Semoga masih setia sama ceritanya.
Kalau ada yang salah, mohon dikritik ya. Aku masih orang awam tentang agama. Dan, di part ini aku ubah sudut pandang yang awalnya seperti biasa, seperti part awal. Namun, aku ganti dengan sudut pandang seorang Prilly. Semoga suka selalu.

.

Kulangkahkan kakiku menampakki jalan setapak yang cukup untuk dua orang berbadan kecil. Suasana pagi ini membuatku merasa tenang tak kala mendengar kicauan burung yang masih asri di daerah ini. Bersama Caca, aku menyelusuri beberapa kampung untuk menuju pasar yang beberapa kilo meter dari pesantren.

Lelah. Namun, buat apa mengeluh? Mengeluh akan membuat hati menjadi pemalas, maka aku harus tabah menjalani setiap perjalanan hidupku yang seperti ini.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawabku bersamaan dengan Caca. Caca menyenggol tanganku saat kami bertemu dengan Ustad Ali. Beliau tersenyum, lalu mengangguk ke arah kami berdua. Aku ingin bertanya. Namun, aku terlalu malu untuk bertanya padanya.

"Kalian mau kemana? Pagi-pagi begini?" tanyanya. Aku menundukkan pandanganku, karena itu haram untukku seorang wanita untuk memandang sesuatu yang bukan mahram. Caca menyenggol tanganku lagi, dia kenapa?

"Kami mau ke pasar, Ustad. Saya dan Caca permisi, assalamualaikum warrohmatullahi wabbarokatuh," jawabku sekaligus berpamitan padanya.

Aku bersama Caca kembali melanjutkan perjalanan kami yang sempat tertunda. Aku menoleh ke belakang, dan aku kaget saat Ustad Ali melihatku cepat-cepat aku kembali menatap lurus tanpa melihat ke belakang lagi.

"Ustad Ali makin lama makin ganteng loh, Prill. Kayaknya Ustad Ali ada rasa sama kamu, dia kayak tertarik gitu." Aku melihat sedikit pada Caca, apa katanya? Ada rasa? Mana mungkin Ustad Ali mempunyai perasaan pada wanita seperti aku ini.

Setelah memberi bahan-bahan yang sudah habis, aku dan Caca kembali ke pesantren. Langkahku terhenti saat melihat Teh Killa sedang bercengkrama dengan salah satu ustadzah di pesantren ini. Rasa takut membuatku minder saat berhadapan dengan Teh Killa, aku memilih meneruskan langkahku dari pada harus berhenti dan mereka melihat keberadaanku.

"Loh, itu teteh kamu Prill? Kenapa di lewat aja? Gak ucapin sama lagih!" tegur Caca heran melihat sikapku yang seperti ini.

Astagfirullah apa yang sudah aku lakukan, sesama muslim seharusnya aku menyapa dan memberi salam kepada mereka. Ada sebenarnya dengan diriku ini?

"Afwan, Ca. Aku lagi banyak pikiran." Kali ini aku memang banyak pikiran yang membuat kepala ku terasa pusing memikirkan kedatangan Killa yang mendadak di pesantren ini. Terlebih lagi aku harus pulang bersama beliau dan dia menyuruhku untuk tetap di rumah.

Padahal aku sangat menyukai suasana pesantren yang sangat tentram.

"Assalamualaikum warrohmatullahi wabbarokatuh," salam Ustadzah Aisyah sambil tersenyum ke arah kami.

"Waalaikumsalam warrohmatullahi wabbarokatuh," jawabku bersamaan dengan Caca yang langsung menyenggolku lagi. Dia kenapa?

"Kebetulan ketemu sama kamu, Prill. Saya cuma mau bertanya tentang persiapan santriwati mengikuti acara Rajaban. Apa mereka sudah siap untuk malam ini?" tanya beliau.

Aku melirik Caca yang tengah memukul-mukul kepalanya. Aku tahu kenapa Caca seperti itu, karena Caca belum bisa menghafal dengan benar surah-surah yang akan dibacakan olehnya nanti. Aku kembali melirik Ustadzah Aisyah yang tengah menunggu jawaban dari ku.

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang