Bagian 25

2.4K 261 11
                                    

"She is mine."

Aku menyentuh tangan Ali dan menariknya. Aku sedikit malu saat kami menjadi tontonan massa, aku sedikit mengusap lembut membuatnya langsung menoleh padaku. Aku menggeleng seolah-olah aku berkata, "Aku mohon."

Ali melepaskan tarikkannya dan menarik tanganku menjauh dari kerumunan. Aku menoleh pada Vanessa yang menjulur lidahnya membuatku geli saat melihatnya.

Ali mendudukkanku di kursi Taman. Aku tahu perasaannya sedang kalut saat Alex benar-benar menyerang Ali dari depan. Aku menyentuh tangannya lagi dan mengelusnya. "Mas tau, 'kan, Alex itu anak pemilik kampus ini? Aku cuma takut, dia berbuat lebih," ujarku risau.

Aku hanya takut Alex akan mencari masalah dengan pekerjaan Ali. Ali membalas genggamanku dan mengecup tanganku membuatku sedikit tenang saat dia terlihat menenangkanku dengan caranya. Jujur saja aku tak tenang dengan prilaku Alex yang sama sekali tidak tahu tata krama, bahkan di saat aku sudah mempunyai seorang suami.

"Kamu jangan risau, biar aku sebagai suami kamu yang tanggung-jawab, Ill. Karena dia udah terang-terangan ganggu rumah tangga kita. Mas gak mau kehilangan kamu, Ill. Mas gak mau dia ganggu pernikahan kita, mas bakalan tanggung apapun yang dia katakan sama pemilik kampus," tutur Ali membuatku menundukkan kepala.

Aku hanya terlalu takut kalau Alex akan mencari masalah dengan Ali dan membuat Ali mendapat masalah dengan pekerjaannya. Aku menghapus air mataku yang menetes. Aku menggeser dudukku saat Vanessa duduk di sebelahku.

"Pengen gue cakar tuh muka kegantengan. Muka aja ganteng, tapi pikiran bocah. Udah tau incarannya udah nikah, eehh.. masih ngeyel," gerutu Vanessa membuatku sedikit terkekeh kecil. "Dengerin tuh, Pak Ali yang terhormat. Jagain istrinya, soalnya maling lagi gencar buat nyolong," sambung Vanessa dengan gerutuannya.

Ali tertawa kecil dan langsung menarik pundakku lalu merangkulnya membuatku malu saat para Mahasiswa-Mahasiswi melihat ke arah kami. Aku benar-benar gugup saat harum Ali menusuk sampai hidung membuatku sedikit terlena.

"Mas, malu diliatin," bisikku.

"Kamu istri aku, jangan malu," bisiknya balik.

"Ekhem, masih ada orang ya, jangan mesra-mesraan. Dosen tuh kudu contohin yang bener buat muridnya," celetuk Vanessa.

.

Aku melepaskan kerudung serta cadarku dan meletakkannya di keranjang cucian. Hari yang cukup emosial memang, bahkan hatiku kembali panas saat melihat Sella tengah berada di ruang tamu bersama mami, katanya membahas bisnis sampingan mereka, entahlah aku tak tahu akan hal itu. Beruntung Ali tidak pulang bersamaku karena ada pertemuan kecil antar dosen.

Aku melihat pantulanku di cermin, pipiku ini makin hari makin tembam padahal aku sangat jarang makan malam. Aku tersenyum geli saat teringat aku membelikanku sebuah ponsel tanpa sepengetahuanku.

"Ini apa, Mas?"

"Tanggung-jawab dari aku."

"Aku gak ngerti."

"Coba buka dulu, sayang."

"Makasi, Mas. Padahal Mas gak perlu beliin aku ponsel lagi."

"Buat kamu, sayang. Tanggung jawab dari aku karena udah bikin hape kamu pecah."

Ingatan yang begitu manis, bukan? Bahkan sambil berkata seperti itu, Ali mengecup tanganku sambil tersenyum tentu saja membuatku terlena. Aku membuka laci dan mengambil ponsel lamaku yang sudah tak berbentuk lagi. Aku mengambil sim card dan memasukkannya kembali pada ponsel baruku.

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang