Bagian 29

2.4K 260 11
                                    

Aku termenung mendengar pernyataan Ali yang entah kenapa membuat hatiku menghangat. Rasanya mana mungkin aku mengandung saat usia pernikahan kami hanya baru dua bulan lebih, tetapi aku juga merasa penasaran dengan perubahan tubuh dan hormonku yang sedang berubah-ubah, seperti sekarang.

Tanganku asik mengelus rambut suamiku. Aku tiba-tiba teringat sesuatu.

"Mas bukannya mau ke pengajian? Kenapa malah santai-santai." Aku menyingkirkan tangan Ali yang bertengger di perutku. "Pihak di sana tiba-tiba chat aku, kalo acaranya di cancel minggu depan dan aku cuma mau manja-manja sama istri mas ini," balas Ali manja.

Aku tersenyum manja, dosenku ini memang sungguh manja melebihi bayi. Namun, aku beruntung mempunyai imam yang sholeh.

"Aku mau bantuin Mami dulu, Mas."

"Kamu lupa? Kita mau ke Lembang."

Astagfirullah. Beruntung Ali mengingatkanku akan hal itu. Pantas Ali mau ke Rumah ayah, jika acara pengajian itu di cancel. Tiba-tiba Ali mengangkat tubuhku dan tubuhku ini tepat di depannnya.

Kini wajah kami yang beberapa senti lagi bahkan aku bisa merasakan hembusan napas Ali yang mengenai wajahku. Dia mendekat lalu mengecup keningku dengan lamat-lamat, dia membacakan doa yang entah apa doanya.

Dia membaca doa tepat di ubun-ubunku, setiap malam dia memang selalu membacakanku doa yang aku tidak tahu apa namanya.

Allahumma sakh-khirhaa lii, wabaariklii fiihaabihaqqi Muhammadin wa alihi x3."

Rasanya lidahku terlalu gatal untuk menanyakan doa apa ini. "Kalo aku boleh tau, doa apa yang Mas ucapin?" tanyaku penasaran. Dia menurunkanku dan kini aku berbaring di sampingnya.

"Doa agar istri patuh dan sholehah."

Aku mencubit pinggang Ali hingga dia menggeliat. "Emangnya aku kurang patuh sama kamu, Mas?" tanya heran.

Ali tertawa lalu beranjak dari berbaringnya. "Kamu selalu patuh sama aku, sayang." Ali mengambil peci putih miliknya. "Mas beruntung punya istri yang selalu patuh pada suami, rasanya ini seperti mimpi, sayang."

.

Aku memasukkan beberapa makanan dan oleh-oleh untuk ayah dan ibu. Mereka pasti senang aku berkunjung ke rumah mereka setelah beberapa bulan ini aku sibuk menyiapkan tugas dan urusan rumah tangga.

Setelah memasukkan semuanya dalam satu tas besar, aku berjalan ke arah lemari dan mengambil kaos putih serta celana untuk suamiku.

Namun, pandanganku malah tertuju pada Ali yang berlari ke arah kamar mandi. Lantas aku menjatuhkan pakaian dan ikut masuk ke dalam.

Aku semakin khawatir pada Ali yang muntah-muntah bahkan makanan yang baru ia konsumsi pun ikut dimuntahkan. Aku memijit tekuknya, rasanya aku tak tega melihat suamiku seperti ini dan ini sangat pertama kalinya.

"Kita ke Rumah Sakit ya, Mas? Aku takut kamu kenapa-kenapa." Aku menatap Ali penuh kekhawatiran.

Dia menyeka mulutnya, tetesan air jatuh dari rambutnya. Suamiku ini tampak seksi dengan bibir merah sedikit tebal. "Mas gak pa-pa. Kamu gak perlu khawatirin aku," balasnya.

Aku menghambur ke pelukannya, walau pun hanya muntah-muntah, tetapi aku benar-benar khawatir pada Ali.

"Tapi Mas, aku khawatir. Mending kita cancel aja ke rumah Ayah, nanti Mas sakit kalo kelamaan nyetir," ujarku resah. Tangan dinginnya mengusap lembut pipiku dan membelainya. "

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang