Bagian 24

2.5K 289 30
                                    

Kamu hanya memiliki dua teman dalam hidup ini. Pertama adalah Allah dan yang kedua adalah orang yang selalu mengingatkanmu kepada Allah.

Perlahan aku membuka mataku saat sebuah tangan kekar menyelusup ke perutku. Aku pelan-pelan membalikkan badanku dan beralih memeluk tubuh telanjangnya. Sungguh aku sangat menyukai wanginya yang sangat khas bahkan wangi ketiaknya yang sangat menjadi candu untukku.

Kejadian malam tadi memang membuatku sedikit syok saat dia benar-benar melempar ponselku, hanya karena perasaan cemburu. Jujur saja aku memang pencemburu. Namun, aku berusaha menahan hasratku dan membiarkan dia berusaha cari tahu sendiri.

"Mas?" panggilku pelan.

Aku sadar, Alex memang salah karena telah mengirimiku chat dengan chat yang siapapun yang membacanya akan merasa cemburu. Aku mengusap wajah Ali yang tampak sangat berkeringat lalu aku menekan hidungnya membuat tidur suamiku terusik.

"Sayang.."

"Hmmm.."

"Afwan, sayang."

"Aku udah maafin kamu kok, Mas."

Allah swt saja maha pemaaf, kenapa aku tidak? Untuk masalah ponsel, aku bisa membeli lagi ponsel dengan uang tabunganku sendiri. Lagian aku tak enak jika harus meminta langsung pada Ali, walau dia yang seharusnya bertanggung-jawab atas perbuatannya.

"Bangun dulu, Mas. Aku mau sholat tahajud." Aku berusaha mengangkat tangannya yang terasa cukup berat, "Mandi bareng apa masing-masing?" tanyanya membuatku menunduk malu.

Dia tersenyum jahil lalu mengangkat tubuhku menuju kamar mandi. Dia benar-benar membuatku tak ingin berlama-lama mendiaminya.

.

"Kalo ada Sella, jangan genit."

"Siap, sayang."

"Jangan lama-lama ngomong sama dia, bukan mahram. Kamu cuma mahram sama aku, Mas." Aku mewanti-wanti Ali untuk tidak seperti kemarin pada Sella. Aku membantunya merapihkan pakaiannya yang sedikit kusut karena Ali hari ini kembali mengajar dan aku belajar.

Kini Ali berbalik membenarkan kerudungku dan cadarku lalu mengakhirinya dengan kecupan di keningku. Kami berjalan bersamaan keluar dari kamar dengan tangan yang saling menggenggam. Aku menunduk malu saat berpapasan langsung dengan mami yang tersenyum menyambut kedatangan kami.

"Kalian ini baru aja pulang dari Yaman udah pada kuliah aja. Mami saranin, mending tenangin dulu pikirannya, masa harus langsung keluar kamar," kata mami.

Aku menunduk lalu mendongak pada Ali yang hanya tersenyum ke arah mami. "Kasihan dia, Mi. Aku hmm hmmin heheheh," guraunya. Aku reflek memukul pundaknya pelan. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu pada mami, aku melirik pada mami yang hanya tertawa-tawa mendengar gurauan Ali.

"Gak pa-pa, biar tokcer," balas mami membuatku semakin malu padanya.

Aku menyiapkan lauk-pauk untuk Ali yang tengah menungguku sambil bercengkrama dengan mami. Aku meletakkan piring yang sudah aku isi dengan lauk-pauk. Aku hendak menyendokkan makanan ke mulutku. Namun, tatapan Ali membuatku langsung menahan.

"Ada apa, Mas?" tanyaku. Dia mengambil tanganku yang masih memegang sendokku. Mataku terbelalak melihat Ali mengarahkan tanganku untuk menyuapinya.

"Ekhem, ekhem.. pagi-pagi atuh, udah mesra-mesra. Gue jadi iri bangett," celetuk Vanessa yang tiba-tiba datang.

Di rumah mami memang berisi enam orang penghuni dan tiga pembantu di rumah ini. Aku juga cukup canggung harus bercengkrama dengan mama-papa Vanessa yang memilih tinggal bersama dengan mami. Aku juga merasa nyaman berada di keluarga ini yang sangat menjaga toleransinya dengan baik. Aku mengangguk saat berpapasan dengan mama-papa Vanessa.

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang