Bagian 27

2.5K 296 20
                                    

Aku bersandar di kursi depan meja belajarku, begitu banyak tugas yang menyapaku bahkan tak habis-habis saat satu-persatu telah aku kerjakan.

Terlebih akhir-akhir ini mood- ku terbilang buruk dan keinginanku hanya ingin di rumah tanpa harus ke kampus.

Aku memijit pelipisku yang terasa berdenyut akhir-akhir ini, aku beranjak dan mengambil satu helai pakaian yang tergeletak di lantai.

Sudah tiga hari ini Ali berada di Pesantren dan cuti seminggu dari pekerjaan dosennya. Sungguh aku sangat merindukan pelukan hangatnya.

Aku memilih keluar kamar dan ingin bertemu dengan Vanessa.

"Tante, Nessa dimana?" tanyaku pada Tante Vio yang berjalan melewatiku. "Nessa ada di kamarnya, kamu susulin sana, tante barusan denger Nessa nangis, mau masuk, tapi takut malah makin nangis dianya," jawab Tante Vio.

Aku mengangguk dan berjalan ke kamar Vanessa. Dan, benar saja, terdengar suara Vanessa yang tengah menangis kencang. Perlahan aku membuka handle pintu dan tercengang melihat penampilan Vanessa yang jauh dari kata rapih.

Kamar yang berantakan dan banyak tisu berada di mana-mana, apa masalah Agam lagi.

Aku menutup pintu rapat-rapat dan menghampiri Vanessa yang tengah berbaring menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong.

Aku berbaring di sampingnya dan memeluk Vanessa dari samping. Aku yakin, perasaan Vanessa sedang remuk redam.

"Gue harus apa sekarang, Prill? Dia milih orang lain yang sama dengan dia."

Cukup sulit memang mencintai seseorang yang berbeda agama.

"Ikhlasin, dia bukan jodoh kamu, Ness. Di luar sana, masih banyak laki-laki yang mau sama kamu. Kamu cantik, gak pantes ngemis cinta laki-laki," tuturku lembut.

Vanessa melihat ke arahku, matanya yang cukup sembab, hidung terlihat memerah, dan sisa air mata yang berada dimana-mana. Vanessa membalas pelukanku dan tanpa berkata apapun itu.

"Kenapa harus dia sih yang gue sayang selama ini, kenapa gak Alex aja yang gue sayang, terlebih dia seagama sama gue," gerutu Vanessa.

Diingat-ingat, Vanessa dan Alex banyak kesamaannya. Semoga saja Alex dan Vanessa berjodoh dan membuat Alex berhenti mengganggu pernikahanku.

"Kamu sayang sama Alex?"

Vanessa beranjak lalu menatapku.

"Dulu sebelum Agam."

"Mau bantuin aku gak?"

"Apa?"

"Sini."

.

Aku membantu mami yang katanya sangat ingin membuat cemilan, mami memang pencinta kuliner bahkan tak segan-segan datang ke tempatnya.

Berhubung aku sedang tak ada kelas membuatku bisa bersantai-santai di rumah bersama mami. Sedangkan Vanessa sedang ada mata kuliah, kalau orang tuanya sedang bekerja.

"Ali belum pulang-pulang?"

"Belum, Mi." Aku meletakkan wadah berisi adonan kue dan mami mengambilnya. "Kamu mending istirahat, wajah kamu pucet, mami gak mau mantu mami malah sakit gara-gara mami," kata mami.

Aku tersenyum sambil menggeleng. Badanku memang cukup lemas, tetapi tak membuatku merasa harus bermalas-malas. "Aku masih kuat kok, Mi. Lagian cuma bikin kue, Mi," balasku tak enak.

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang