Janganlah kau berbangga diri dengan kecantikanmu hingga membuat dirimu dikejar jutaan lelaki. Itu bukan suatu kemuliaan.
Prilly selalu mengingat perkataan Sayyiditina Aisyah RA. Perkataan yang menghantarkan untuk menutup auratnya selama SMP, bahkan saat akhir sekolah SMP. Prilly mulai membiasakan diri untuk memakai cadar, semua itu keinginan dari hatinya.
Kecantikan bukan berarti pantas untuk dibanggakan, bahkan Prilly jauh dari kata cantik. Percuma saja berparas indah, bila mana masih memamerkan semua itu. Bangga iya tapi malah kelewat dosa.
"Ayah kamu masih lama?"
Prilly menoleh pada Hani yang sama-sama menunggu Ayah untuk menghantarkan uang bulanan, Prilly menggelengkan kepalanya. Dirinya tidak tau, kapan Ayahnya akan sampai ke gerbang pesantren.
"Aku enggak tau, Han. Memangnya Ayah kamu masih lama?" Tanya Prilly balik pada Hani.
Hani menggidikkan pundaknya, Hani bukan penerawang. Mungkin saja Ayahnya bentar lagi akan sampai, Hani melihat ke sisi lain, mereka tidak berdua. Ada banyak santriwati maupun santri yang sedang menunggu antaran dari rumah mereka.
Prilly melirik sekilas pada Ustadz Ali yang melewati gerbang, ingat hanya sekilas saja. Bahkan hanya 1 detik, Prilly menundukkan kepalanya sambil memilin ujung jilbab syar'i nya.
"Assalamualaikum, Illy."
Prilly mendongak, dibalik cadar Prilly tersenyum melihat Ayahnya datang dengan membawa dua kardus yang entah isinya apa. Prilly menyalami Rizal, lalu memeluknya. Sudah lama Prilly tidak bertemu dengan Ayahnya, pulangpun hanya terkadang saat libur.
"Waalaikumsalam, gimana kabar Ayah? Ayah sehatkah, Ibu gimana Yah? Dia sehatkan, Illy kangen Ayah sama Ibuuuuu."
Beginilah Prilly jika bersama Rizal, sifat manjanya keluar tanpa tau dimanapun tempatnya. Hani tersenyum lalu menghampiri Ayahnya yang sudah sampai, Rizal mengelus kepala Prilly dengan lembut.
"Alhamdulilah, kabar Ayah sama Ibumu baik. Ayah juga sangat merindukan putri Ayah ini, bahkan Ibumu katanya rindu mendengar Illy melantunkan shalawat," balas Rizal.
Prilly menyuruh Rizal untuk duduk, lalu mengambil salahsatu kardus itu. Prilly menatap Rizal dengan tatapan sendunya, dia adalah surga bagi Ayahnya. Anak perempuan itu akan menjadi surga bagi Ayahnya, dan suami yang akan menjadi surganya, serta saat sudah mempunyai keturunan. Surganya berada ditelapak kaki perempuan yang sudah menjadi Ibu.
Maka dari itu, Prilly sangat menjaga hal ini. Prilly ingin sekali Rizal masuk kedalam surga, Prilly memeluk lengan Rizal. Rasa rindu menyeruak seketika karena jauh dari jangkauan mereka.
"Illy sehat disini?"
"Alhamdulilah, Illy sehat-sehat saja disini Yah. Walau berat, tentunya Illy akan tetap istiqomah dijalan-Nya." Rizal bangga pada putri bungsunya ini, walau usianya masih labil. Namun, pemikirannya sangat dewasa.
Prilly menatap sendu pada Rizal yang sudah akan kembali ke kampung halamannya, Prilly membalikkan badannya ketika Rizal sudah tidak kelihatan lagi. Lalu membawa dua kardus yang cukup berat tentunya, Prilly melihat Hani masih berbicara dengan Ayahnya. Prilly memberikan senyuman pada Hani, lalu memasuki pesantren.
"Sepertinya berat, biar saya saja yang membantu ukhty?"
Prilly menunduk, langkahnya terhenti. Siapa dia? Sepertinya Prilly baru melihat Pria ini, apakah dia santri baru disini?
"Saya Ustadz baru disini, niat saya hanya ingin membantu ukhty yang sepertinya kesusahan. Tidak ada niat apa-apa, I just want to help."
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]
Ficção GeralSebuah perjalanan religi Aprillya Anzani seorang gadis bercadar yang memilih meneruskan pendidikannya ke Universitas ternama di Bandung dan demi orang tuanya. Seorang gadis yang kuat menahan semua permasalahan di hidupnya. Gadis yang kuat, di saat k...