Bagian 5

2.9K 265 6
                                    

Bersabarlah atas segala cacian dan hinaan di kala diri dalam proses berhijrah

Semua itu butuh proses, bukan? Bunga saja membutuhkan waktu yang lama untuk mekar. Seperti, ulat dengan segala caci-makian terhadapnya. Ulat terus bersabar menghadapi cemoohan tentang dirinya. Pada akhirnya, ia berubah menjadi kupu-kupu cantik dengan penuh kesabarannya.

Begitu juga manusia. Membutuhkan proses untuk memulainya. Percuma, jika melakukan hijrah setengah hati. Karena itu akan terbilang sia-sia.

Sama halnya dengan Prilly. Ia berusaha meyakinkan dirinya untuk hijrah dan bersabar akan proses yang Allah SWT rangkai padanya.

"Assalamualaikum."

Prilly menoleh, "wa---alaikumsalam."

Nafasnya tercekat melihat kedatangan Tetehnya disaat dirinya sedang menyapu dihalaman. Killa tersenyum manis pada Prilly. Killa menghampiri Prilly.

"Ini kamu, kan? Prilly?"

Prilly mengangguk senang. Sekitar 4 tahun, Tetehnya ini pergi ke kairo meninggalkannya di tanah air. Wajah Killa tentunya banyak berubah, lebih cerah dan lebih smart. Killa tersenyum tipis saat pemilik pesantren dan juga pengurusnya datang menghampirinya.

"Selamat datang, Neng Killa. Semoga Neng Killa betah mengajar di pesantren," ucap Kyai Amar menyambut kedatangan Killa.

"Terima-kasih, Kyai."

Kyai Amar melihat sederet pengurus pesantren yang kemungkinan Killa akan berbaur dengan mereka.

"Annti bisa kenalan langsung dengan pengurus-pengurus pesantren. Kalau begitu, ane pamit," pamit Kyai Amar.

Annti artinya kalian perempuan, sedangkan kebalikannya adalah antum yakni kalian laki-laki. Sedangkan, ane berarti saya, dalam Bahasa Arab.

Prilly melangkah pergi meninggalkan para pengurus yang sedang berbincang-bincang. Salah satunya ada Ustadz Ali yang selalu tampak ramah saat berbincang dengan orang lain.

"Pril, tungguin atuh ih. Nya bade kamana kamu teh? Kan, mengajinya masih lama," kata Caca mencegat Prilly.

"Mau ke Asrama, Caca. Caca mau ikut? Mau hafalan aja. Besok, kan. Mulai setor lagi," balas Prilly.

Di balik cadarnya yang berwarna abu-abu. Prilly sedikit gelisah, apakah Teteh ke rumah dulu? Apakah Teteh bertemu dengan Ibu? Pertanyaan itu mulai hinggap dibenaknya. Rasanya mulutnya gatal tidak menanyakan langsung dengan Teh Killa.

"Kamu kok gelisah?"

"E---enggak, Caca. Caca hayuk? Bentar lagi, kan Adzan duhur." Caca mengangguk dan mengikuti langkah Prilly yang tergesa-gesa.

Sesampainya di asmara. Prilly memasuki kamarnya, pikirannya tertuju pada Teh Killa, apakah benar Teh Killa belum bertemu dengan Ibu? Atau, memang sudah? Ahhh. Prilly lelah memikirkan hal itu, terlebih lagi, Teh Killa sepertinya belum mau menemui Ibu.

Secepatnya ia harus menemui Teh Killa. Bagaimana pun, ia harus tak situasi ini. Terlebih lagi Teh Killa baru sampai ke Indonesia. Memangnya Teh Killa terlebih dahulu ke Lembang? Benar-benar membuatnya ingin terus bertanya pada Teh Killa.


****

Jagalah sholatmu, karena saat kamu kehilangan, maka kamu akan kehilangan segalanya.

Prilly membaca kutipan yang ia baca dari buku perpustakaan Pesantren. Kutipan yang membuatnya termenung seketika. Dulu, sebelum ia masuk ke dalam Pesantren, ia seringkali meninggalkan sholat bahkan mengabaikannya. Membuat perasaan menyesalnya menyeruak.

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang