Bagian 14

2K 248 14
                                    

Mimpi membuat hidup bergairah,
Bersyukur membuat hidup bahagia.

Sejak sore aku membantu Bik Sri---pembantu rumah tangga-- menyiapkan beberapa makanan untuk menjamu keluarga Arhan. Tentu saja Killa tak melakukan apapun, dia bagai seorang putri raja yang selalu dimanja-manja oleh Ibu, sedangkan aku? Kalian bisa bayangkan sendiri.

Menurutku terlalu banyak makanan yang Ibu minta, sedangkan kemungkinan besar keluarga Arhan yang datang hanya beberapa saja. Bukannya ingin protes pada Ibu. Namun, takutnya sayang terbuang sia-sia nanti.

DRTT

Aku sedikit menyingkir dan mengambil ponselku yang berada di saku gamisku, senyuman kecil melengkung di bibir saat melihat pesan dari Ali.

Weekend nanti kamu bisa temenin saya seminar? Dekat daerah Lembang kok

Apa aku harus menerimanya? Tetapi rasanya tak enak jika harus berdua saja bersama dosen tampan itu, astagfirullah.. dia memang tampan.

Baru saja aku ingin membalas pesan dari dosenku itu, aku terhenyak saat Ibu merampas ponselku dan langsung menyembunyikan ponselku di belakangnya.

"Kamu mau bikin ibu marah lagi? Sana bantu-bantu Bik Sri. Jangan maen hape terus. Contoh tuh teteh kamu, dia belajar dan belajar, gak kayak kamu," paparnya.

Ingin sekali aku menyela perkataan Ibu, "Aku bukan Killa, aku ya aku." Namun, selaan itu malah hanya bisa berkata didalam hati.

"Sudahlah, Bu. Illy, 'kan, baru aja bantu-bantu Bik Sri. Jangan dimarahin terus, kasihan Illy- nya," bela Ayah tiba-tiba bergabung bersama kami. Aku tersenyum saat Ayah selalu membelaku saat aku dimarahi oleh Ibu.

"Bela aja terus bela. Jangan dimanja, nanti malah nuntut ini-itu," timpal Ibu tak mau kalah.

Ibu melengos saja dari hadapan kami, Ayah mendekatiku dan mengusap pundakku, seolah-olah berkata, "Putri ayah pasti kuat." Aku tersenyum pada Ayah yang langsung membalas senyumanku.

"Kamu istirahat di kamar, biar hape kamu ayah urus sekarang," ujar beliau.

Aku mengangguk dan inilah aku, tak banyak berkata hanya diam dan diam menuruti setiap permintaan dari kedua orang tuaku, bahkan aku sama sekali tidak menolak semua permintaan dari mereka. Karena ini yang bisa aku perbuat untuk membahagiakan mereka, kebahagiaan yang belum sempat aku berikan pada mereka.

Sebentar lagi adzan magrib berkumandang, aku segera mengambil handukku dan berjalan ke arah kamar mandi. Sebelum hari semakin petang, aku harus segera menuntaskan ritual mandiku.

Setelah selesai- aku keluar bertepatan dengan adzan magrib yang terdengar.

"Alhamdulilah," gumamku.

Sekitar jam 7 malam, keluarga Arhan akan datang untuk mengkhitbah Killa. Rasanya aku tak mau ikut menjamu mereka. Namun, aku harus ikut serta saat Ayah memaksaku untuk ikut.

TOK TOK TOK

Aku terhenyak saat suara ketukan dari luar, buru-buru aku memakai jilban instan dan melangkah tergesa ke arah pintu.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Harum lavender seketika menusuk pada hidungku, aku tersenyum pada Killa yang selalu menarik di mataku.

"Teteh boleh masuk?" tanyanya.

Aku mengangguk sebagai jawabannya.

Killa yang masih memakai mukenanya menghampiriku dan aku tak mengerti dengan maksud Killa menghampiriku, apa ada hal lain yang ingin dia sampaikan padaku? Kami memang bersaudara. Namun, seperti ada jarak antara aku dan Killa.

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang