Bagian 21

2.8K 303 24
                                    

"Astagfirullah!"

Hampir saja aku berteriak dan mendorong Ali ke bawah kalo saja aku lupa jika seorang yang kini memelukku erat adalah suami sahku. Wajahku seketika merona saat mengingat kejadian malam yang panjang bersamanya, dia begitu lembut memperlakukanku dan sangat hati-hati.

Perlahan aku mengangkat tangannya yang melingkar indah di perutku. Jujur aku sedikit malu karena aku tak memakai sehelai benangpun, bahkan pakaian kami sudah berhamburan di mana-mana. Aku menghadapkan tubuhku dan menatap wajah tidurnya dia. Sangat meneduhkan. Suamiku ini memang mempunyai karismatik tersendiri, alis yang tebal, hidung mancungnya, bulu mata lentik, dan bibirnya yang sedikit merah.

Aku tersenyum meraba wajahnya dan bergerak memainkan bulu mata lentiknya, bahkan melebihi bulu mataku sendiri.

"Ternyata kamu usil ya?"

Aku terhenyak dan segera menjauhkan tanganku dari wajahnya. "Maaf, Mas. Mas ke ganggu ya?" tanyaku tak enak.

Dia tersenyum manis padaku dan kepalanya tiba-tiba menelusup ke leherku dan tertawa di sana. Jujur saja aku merinding saat hembusan napas itu mengenai leherku.

"Sebelum kamu bangun, mas udah bangun, sayang," jawabku.

Seketika wajahku panas saat Ali memanggilku sayang, panggilan yang manis bukan? Aku tersenyum malu saat dia dengan usil terus memelukku.

"Aku mau mandi wajib dulu, Mas. Sekalian sholat tahajud," kataku padanya. Alhasil dia melepaskan pelukanku dan mengecup bibirku secepat kilat membuatku terbelalak atas yang dia lakukan padaku.

"Mas...." rengekku karena kecolongan.

Reaksi dia malah tertawa-tawa melihatku digoda habis-habisan olehnya. Aku menggulung selimutku pada tubuhku yang polos, Ali memang sudah memakai boxernya, sedangkan aku? Sudahlah jangan diungkit.

"Mau aku bantu gendong?"

Aku menunduk lalu mengangguk malu. Karena ini adalah hal pertama membuatku merasakan kesakitan saat aku bergerak.

.

Setelah packing untuk pulang ke rumah Ayah, aku mengambil tas sedang berisi pelengkapan kami selama di hotel ini. Aku sedikit tersenyum saat Ali tengah menungguku di depan pintu. Aku menghampirinya dan seketika dia merebut tas yang berada di tanganku.

"Biar aku aja, Mas."

"Biar mas aja yang bawa karena mas mampu." Aku membiarkan dia membawa tas milik kamu, aku berjalan di belakangnya tentu saja aku tak enak jika harus berjalan beriringan bersamanya karena aku malu.

Tiba-tiba dia menghentikkan langkahnya membuat langkahku terhenti. Aku mengerutkan keningku saat tangannya menggapai-gapai ke belakang, maksudnya apa?"

"Tangannya mana?" ujarnya dan aku tak mengerti maksudnya. "Maksud Mas apa?" tanyaku tak mengerti.

Ali berjalan mundur ke belakang menyesuaikan dengan tempatku berdiri. Aku mendongak tak mengerti dengan tingkahnya yang semakin aku tak mengerti. "Kita ini suami-istri. Kamu berhak berjalan di sampingku, Illy. Mana tanganmu? Nanti kamu ada yang ambil kalo tangan kamu gak aku pegang," katanya manis.

Aku diam-diam tersenyum malu saat dia berkata seperti itu. Aku mengulurkan tanganku padanya, otomatis Ali menggenggamnya dan malah mencium punggung tanganku. Tentu saja aku malu saat dia mencium tanganku di depan umum seperti ini.

"Mas...." rengekku.

Ayolah, kenapa di saat seperti ini sifat asliku malah keluar.

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang