Dalam hadis mencari ilmu, anjuran menuntut ilmu itu dimulai sejak lahir hingga akhir hayat. Uthlubul 'ilma minal mahdi ilal lakhdi. Artinya: "Tuntutlah ilmu dari buaian (bayi) hingga liang lahat." "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim.
Langkahku terasa ringan saat menampakkan diri di halaman depan Universitas Muhammadiyah Bandung setelah beberapa minggu aku menunggu hasil penerimaan mahasiswi baru dengan jalur seleksi dan akhirnya aku diterima.
Semoga dengan ini, mereka tidak membanding-bandingkan aku lagi dengan Teh Killa yang jelas sangat berbeda dengan keadaanku. Teh Killa yang cantik dan mempunyai dua lesung pipi yang membuatku iri padanya. Namun, untuk apa aku iri?
Semua itu hanya titipan dari Allah SWT yang menciptakan makhluknya berbeda-beda dan aku mensyukuri nikmati yang Dia beri padaku sebagai hambanya.
Semua pandangan mata ke arahku, apa penampilanku aneh? Kenapa mereka malah seakan-akan menatapku seperti mangsa yang siap diterkam?
"Kamu gak ikut OSPEK?" Aku membalikkan tubuhku terkejut saat mengetahui Ali berada di belakangku.
"Katanya gak ada OSPEK, terus aku juga gak tau," jawabku. Aku memang mendapat pemberitahuan jika tak ada OSPEK, mana dari itu aku berpakaian seperti biasa saja. Tetapi, mereka kenapa menatapku seperti itu.
"Sepertinya kamu memang telat untuk mengetahuinya. Oh ya, memang ada pengaturan buat mahasiswi bercadar untuk tidak mengikuti OSPEK, mungkin biar hijrahnya full," kata dia dengan tawa renyahnya.
Aku hanya menanggapinya dengan senyuman kecil yang terbit di balik cadarku. Aku kemudian membalikkan badanku dan kembali berjalan, sebelum aku mengucapkan salam pada Ali, aaahh... rasanya aku malu untuk menyebut nama saja, bukan embel-embel Ustadz.
"Ngapain dia ngobrol sama Pak Ali?"
"Jangan-jangan dia cowok? Kayak di tv-tv gitu."
"Hus, jangan suudzon."
"Tapi, kan, Maira. Masa dia ngobrol sama dosen terkece di Universitas ini sih.
Apa aku tak salah dengar? Jadi Ali adalah dosen di Universitas ini? Astagfirullah, kenapa aku tidak menyadarinya sejak awal. Aku merutuki kebodohanku karena kurang teliti dalam meneliti suatu hal. Jujur saja aku malu untuk menampakkan wajahku di depannya, memanggil saja dengan nama saja, harusnya sekarang pakai embel-embel Pak.
"Gedung FPAI dimana ya?" gumamku saat bingung melihat banyaknya gedung atau gedung bertingkat di sini. Jujur saja aku lupa untuk menanyakan soal tempatku mencari ilmu pada Ayah yang mungkin saja sering ke Universitas-Universitas karena beliau adalah seorang dosen di Universitas lain.
"Hei!"
Aku terhenyak saat ada yang menepuk pundakku. Aku terkejut saat menepuk gadis eemmm.. yang sedikit urakan dengan kemeja kotak-kotak dilapisi oleh kaos putih di dalamnya serta rambut terkuncir tinggi, sungguh aku tak menyangka harus bertemu dengan gadis seperti dia.
"Assalamualaikum."
"Hehe, gak bisa jawab. Bukankah seorang penganut agama lain gak boleh jawab salam atau mengucapkan salam pada agama lain?" tanyanya.
Kini aku mulai mengerti maksudnya apa, terlebih aku pernah membaca artikel tentang hal itu. Kesimpulannya tidak boleh memulai salam kepada mereka, tapi diperbolehkan sekedar sapaan. Boleh mengucapkan salam saat mereka berkumpul dengan umat Islam, bahkan walau hanya ada satu orang Islam, yaitu dengan salam Islam saja, seperti itu maksudnya.
"Lo ngerti, kan?" tanyanya.
Aku mengangguk dua kali.
"Btw, kita belum kenalan. Kenalin nama gue Vanessa Dyra Albert." Dia mengulurkan tangannya padaku dan aku menerimanya dengan baik. "Aprillya Anzani."
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]
General FictionSebuah perjalanan religi Aprillya Anzani seorang gadis bercadar yang memilih meneruskan pendidikannya ke Universitas ternama di Bandung dan demi orang tuanya. Seorang gadis yang kuat menahan semua permasalahan di hidupnya. Gadis yang kuat, di saat k...